Lihat ke Halaman Asli

"Batman"nya Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

142623450262329478

Akhir-akhir ini aksi begal menjadi salah satu topik hangat di media massa. Aktivitasnya yang sangat brutal, menjadi momok yang sangat menakutkan dan meresahkan warga. Indonesia seperti ditarik ke dalam mesin waktu dan melawati masa lalu yang sangat lampau, dimana ditemukan banyak senjata tajam disertai pembunuhan. Atau juga bisa kita katakan, kebrutalan dalam penggunaan senjata tajam yang biasanya ditemui di cerita-cerita non-fiksi, tapi satu hal yang perlu menjadi catatan, pahlawan dalam cerita ini belum muncul.

Seiring berjalannya waktu, diketahui bahwa pelaku pembegalan adalah mereka akademisi muda. Tentu miris mengetahui fakta tersebut. Mereka yang diharapkan menjadi wajah cerah Indonesia, tetapi malah memberi noda dari kecerahan tersebut. Terlebih mereka yang menyandang status ibunda dan ayahanda, proteksi berlebihan dalam makna khusus terhadap anak pasti sudah diterapkan. Siapa yang tahu reaksi ini akan mengganggu psikologi dan perkembangan anak? mungkin bisa dilakukan penelitian.

Pembegalan sebenarnya memiliki konsep yang sederhana, yaitu aksi dan reaksi dari pembunuhan. Dalam cakupan lebih luas bisa kita katakan peperangan. Dalam peperangan, akan ada reaksi balas dendam jika peperangan mengalami kekalahan. Tetapi, itu zaman dahulu, aksi balas dendam masih dalam kewajaran, yaitu serangan akan ditimpakan kepada mereka yang memiliki keterkaitan dalam peperangan sebelumnya. Tapi, pembegalan ini berbeda, sasaran mereka adalah orang lain yang apakah mereka itu pelaku pembegalan atau tidak.

Kezaliman yang semakin hari semakin meresahkan ini, sepertinya mengundang "pahlawan-pahlawan" negri ini untuk ikut andil dalam pemberantasan pembegalan tersebut. Front Pembela Islam (FPI) kota Depok, yang dipimpin Idrus Al Gadri menegaskan pernyataan siap memerangi pembegal pada Viva.co.id. Lebih lanjut beliau mengatakan, "kami sudah lama bergerak dan mendesak polisi untuk bertindak tegas dan cepat."

Namun kenyataannya, jika FPI siap berperang, maka akan muncul "batman" kedua, yaitu sang main hakim sendiri versi Indonesia. Batman ini tentu lebih kuat dan lebih koordinatif karena mereka adalah suatu organisasi. Mungkin masyarakat bisa sedikit lebih tenang, karena mereka punya pasukan juga tanpa meminta imbalan.

Tetapi apakah masyarakat akan senang dengan cara mereka yang main hakim sendiri? Kalau yang terlihat dari cerita non-fiksi, awalnya masyarakat akan menolak, tapi lama-kelamaan akan menerima cara tersebut. Karena kenyataannya lembaga formal atau legal, katakanlah kepolisian, memiliki reaksi yang lambat dalam menangani kasus, hal ini juga terbukti secara nyata di Indonesia. Singkatnya, penulis menerima aksi "Batman"nya Indonesia.

Cheers Kompasiana




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline