#1
Seorang user di akun platform X dalam cuitannya beberapa hari lalu bertanya menyoal adakah orang-orang yang tidak memiliki akun di TikTok—dan alasan apa yang membuat mereka tidak memilikinya?
Sebagai orang yang tidak "bermain" TikTok, pertanyaan ini sangat relate bagi saya secara pribadi. Dulu saya berpendapat, TikTok adalah media sosial "alay" karena di awal kemunculannya kebanyakan penggunanya berisi orang-orang yang hanya doyan joged-joged.
Tapi, seiring berjalannya waktu, saya menemukan alasan lain mengapa saya tidak menjadi salah satu penggunanya (baca: hingga sekarang): TikTok terlalu "bising" bagi saya;
saya lebih menyukai untuk tekun membaca dan X adalah media yang memiliki gaya komunikasi berupa tulisan yang rata-rata pembahasan para penggunanya lebih banyak bisa memancing saya untuk berpikir kritis.
Sementara itu, apa yang terjadi di TikTok—serupa tapi tak sama—bisa pula saya lihat melalui fitur Reels di Instagram
(malah di awal-awal kemunculan Reels apa yang hype di TikTok oleh penggunanya "disambungkan" pula ke Reels);
Baca juga:
Tren Dumb Phone Menggugat Realitas
karenanya saya pun merasa MEMANG tidak perlu menggunakan TikTok sebagai salah satu media sosial.
Dibandingkan Instagram, media sosial yang justru bisa dikatakan rutin saya pakai adalah Twitter yang sejak dibeli oleh Elon Musk berubah nama menjadi X.
#2
Ada alasan mengapa saya menyukai X sebagai media sosial. Bukan karena stereotype user X yang diidentikkan sebagai orang yang cerdas melainkan saya merasa platform ini adalah anti hero dari hampir semua platform media sosial.
Tidak ada yang bisa menebak isu apa yang begitu disukai atau dibenci karena apapun yang riuh di X akan berpengaruh ke media sosial lain.
Di X pula, saya bisa tahu banyak informasi dari yang saya kira penting hingga yang tidak terlalu perlu mendapat perhatian (baca: hanya cukup tahu);
di X, trending menjadi ACUAN (terhadap apa yang sedang hangat diperbincangkan banyak orang).