Saya masih berkeyakinan, harapan Indonesia Emas 2045 bisa tercapai—dan itu bisa dimulai dengan hal-hal sederhana saja seperti bersedia memberi ruang pada diri kita untuk diliterasi.
Langkah awalnya, mulailah dengan membaca apapun dengan teliti. Ketelitian akan membuat seseorang mengerti apa yang dibacanya. Setelah mengerti MAKA barulah ia masuk ke tahap memahami—karena tentu saja di tahap ini critical thinking yang berperan.
***
Sejak kegaduhannya mencuat di masyarakat menyoal penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja yang diteken Presiden Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, saya langsung mengira pasti ada yang tidak beres makanya gaduh—dan benar saja, memang ada yang tidak beres;
dan terjadi lagi—seperti yang sudah-sudah—pemerintah mengklarifikasi kebijakannya.
***
Seorang Profesor pada sebuah reels Instagram pernah mengatakan, orang-orang Indonesia belum menjadikan membaca sebagai paradigma kultural dan saya sepakat akan hal itu;
dan jika membenturkannya pada aturan menyoal kontrasepsi tadi, maka seharusnya pemerintah tak perlu repot-repot klarifikasi—
meski dengan jujur saya katakan pula bahwa kebijakan pemerintah mengenai hal tersebut juga tidak sepenuhnya bisa diterima, terutama saya secara pribadi.
***
Untuk menjawabnya, saya sengaja bertandang ke website Kementerian Kesehatan dan pula sengaja mengunduh 656 halaman salinan PP yang dimaksud tersebut untuk memastikan sendiri bahwa saya benar-benar membaca kata per kata pada pasal yang memantik perbincangan.