Hari yang begitu ditunggu oleh khalayak—terlebih lagi bagi keluarga almarhum Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J—akhirnya tiba juga. Putusan vonis itu pun telah dibacakan.
Tiga hari yang menjadi sorotan jutaan pasang mata. Mulai dari para praktisi hukum hingga rakyat biasa, tersita perhatiannya.
Ya, majelis hakim yang diketuai Wahyu Iman Santoso itu menjatuhkan hukuman lumayan diluar dugaan—bahkan vonis untuk kelima terdakwa sangat jauh dari harapan tim jaksa penuntut umum.
Empat terdakwa yakni Ferdy Sambo, Putri Chandrawati, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf divonis jauh lebih berat dari tuntutan jaksa—kecuali Richard Eliezer.
Richard Eliezer alias Bharada E hanya divonis 1 tahun 6 bulan. Status Justice Collaborator yang dilabeli padanya sejak kasus ini mencuat diterima oleh ketiga hakim.
Tapi, bukan itu yang menjadi perhatian saya—melainkan kedua orang tua dari almarhum Brigadir J itu sendiri yaitu Rosti Simanjuntak dan Samuel Hutabarat—dua orang yang begitu vokal (baca: layak diberikan spotlight) sejak awal demi memperjuangkan keadilan bagi anak laki-laki mereka yang telah terbunuh.
Jika boleh berkata jujur, saya tak membantah jika saya selalu disergap perasaan iba tiap kali kedua orang tua almarhum Brigadir J tampil dimuka publik di tiap berita yang menyorot sosok mereka.
Rosti Simanjuntak dan Samuel Hutabarat perlahan menjadi news maker.
Terlebih lagi Rosti Simanjuntak. Saya bisa merasakan pergolakan batinnya tiap kali ia diwawancara; rasa marah, tidak terima dan duka lara karena kepergian anak tercintanya, jelas bisa dengan mudah saya baca.
Ibu mana yang menginginkan kematian anaknya, apalagi dengan cara dirampas seperti yang terjadi pada Rosti?
Baca juga: Ibu: Bahasa Cinta yang Menguatkan Sekaligus Melemahkan