Mungkin hampir sebagian besar orang akan selalu terburu-buru setiap pagi ketika akan memulai aktivitas.
Termasuk saya. Tapi, pagi hari saya beberapa hari ini semakin hectic sejak tahun ajaran baru dimulai.
Sebagai orang yang komplek rumahnya tak jauh dari SMA dan SMP Negeri dan juga yang komplek rumahnya menjadi "rumah" bagi beberapa SD Negeri, keluar rumah menjadi tantangan tersendiri bagi saya.
Bagaimana tidak, sebelum saya—dan sepeda motor saya—keluar pagar rumah, saya harus terlebih dahulu menyiapkan mental agar tidak mudah kesal. Saya sepertinya sudah bisa menduga hal itu akan berlangsung setiap pagi dalam beberapa jangka waktu yang lama untuk ke depan seiring diberlakukannya pertemuan tatap muka seratus persen dihampir setiap sekolah.
Pagi seringkali membuat kesal
Selalu ada banyak alasan buat saya mengapa saya merasa kesal setiap pagi meskipun saya tak pernah absen mewanti-wanti diri sendiri. Bahkan kalau boleh sedikit melebih-lebihkan saya sudah (baca: selalu setiap pagi) menulis warning itu lima sentimeter di depan kening saya: JANGAN MUDAH KESAL!
Bukan—saya bukan tidak mensyukuri keadaan yang bisa dikatakan membaik setelah hampir tiga tahun pandemi covid19 melanda. Jangankan tidak bersyukur, tahun lalu saat masa-masa kelam covid terjadi di Indonesia dan membuat banyak korban jiwa berjatuhan, bertahan hidup bagi saya—dan keluarga—sudah lebih dari cukup.
Baca juga: "Komat-kamit Covid" Bertahanlah untuk Hidup Itu Lebih dari Cukup!
Bukan pula karena saya tidak berangkat lebih awal; saya selalu keluar rumah pukul setengah tujuh pagi (baca: untuk project yang sudah nyaris setahun saya geluti).
Tapi, seperti yang saya singgung di awal-awal paragraf pembuka, mungkin hampir sebagian besar orang akan selalu terburu-buru setiap pagi ketika akan memulai aktivitas. Termasuk saya.
Tantangan di pagi hari