Izinkan saya nyinyir di awal tulisan ini dengan berkata:
jika bukan anak presiden atau orang tersebut dikenal secara luas di masyarakat, saya yakin, perihal ghosting ini tidak terlalu banyak mendapat porsi "panggung" untuk digunjingkan!
Percayalah.
Kena deh elu!
Mungkin itu tiga kata yang cocok diberikan pada saya ketika menulis ini. Bagaimana tidak, saya awalnya tidak terlalu tertarik untuk membahas perihal ghosting ini sekalipun admin Kompasiana sudah "menggoda" para Kompasianers lewat rubrik "Topik Pilihan" yang sudah nangkring beberapa hari sebelumnya. Tapi, ini momentum. Lagipula saya sudah greget. Nyampah di Kompasiana mungkin adalah cara saya meredam rasa greget itu. Kepalang basah pikir saya.
Sebelumnya saya ingin mewanti-wanti untuk siapa saja yang membaca tulisan saya ini agar setelah membaca nanti jangan lekas merasa baper ya, sewot atau segala macamnya. Saya hanya ingin berpendapat. Boleh jadi kamu memang tak sepakat. Namun, kita adalah manusia yang merdeka dalam berpikir. Jadi, saya harap kamu tidak misuh di pojokan setelahnya. Saya tidak membela siapa-siapa. Saya ingin membagikan "formula" pencegahannya.
Adalah Kaesang, kang pisang yang tersohor itu yang buat gonjang-ganjing ini bermula. Tersebutlah nona manis Felicia yang kena getahnya. Jagat mayantara heboh, yang mendukung dan yang mencela sama-sama banyak dari dua pihak yang sedang dirundung masalah asmara ini. Bahkan Jokowi, bapak si kang pisang yang bertempat tinggal dan berkantor di istana negara—melalui stafnya—ikut angkat bicara menyoal anak bungsunya itu.
Secara muasal kata, saya tidak akan membahasnya di sini. Biarkan itu jadi bagian Daeng Khrisna Pabichara. Beliau sangat jelas dalam paparannya mengenai itu. Sila cari di kolom "Bahasa" di akun beliau menyoal ghosting ini. Pun saya tercerahkan oleh beliau.
Baiklah, mari kita mulai.
Jatuh cinta berjuta rasanya—saya harap kamu membacanya tidak sambil bernyanyi apalagi diiringi dengan berjoget—dan prosesnya adalah adaptasi.
Membangun hubungan ya begitu. Pun saya atau kamu; kita.