Lihat ke Halaman Asli

Rumah Para Malaikat

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

*** Untuk Para Pekerja Sosial dan 'Anak-anak' Mereka ***

Dimanakah bahagia? Jangan kau tanyakan pada rumput yang bergoyang, karena rumput yang bergoyang tidak mengenal bahagia? Apakah itu cinta? Jangan kau tanyakan pada angin yang lalu karena angin yang lalu tidak mengerti cinta.

Jika telingamu tidak terlalu sibuk dengan gegap-gempita dunia, dengarkanlah aku kali ini. Kali ini saja, sendengkanlah telingamu ke arahku. Akan kuberitahu kau dimanakah letak bahagia dan apakah arti cinta.

Sudahkah kau sendengkan telingamu kepadaku? Marilah, kali ini saja, aku tidak akan berlama-lama dengan telingamu. Aku tahu telingamu terlalu sibuk dengan suara bising hiruk-pikuk pencarianmu. Tapi, sekali lagi aku pinta, kali ini sendengkenlah telingamu kepadaku.

Baiklah, aku tahu kau menganggapku tidak penting, kata-kataku tak berarti, tak mendatangkan manfaat, tak mendatangkan laba bagimu. Sekalipun kau tak mendengar, tak mengapa. Mulutku sudah tak tahan untuk bicara!

Kalau kau bertanya dimanakah bahagia. Mari, aku ajak kau mengembara ke dalam dunia para malaikat. Mereka beterbangan kian-kemari, mengepakkan sayap dengan suka, berdansa dengan tawa. Mata mereka, aduhai, mata mereka. Coba lihat mata mereka. Ayo, jangan malu-malu, coba kau lihat mata mereka. Indah katamu? Bukan, bukan itu. Lugu katamu? Sedikit lagi, tapi bukan itu. Ayo, cari lebih dalam lagi!

Lihat jauh sampai ke kedalaman, apa yang kau lihat? Benar! Itu yang aku maksud. Kau melihat binar-binar berpendaran di mata mereka bukan? Oh, bahagia! Itu rahasianya, ternyata bahagia kutemukan dalam binar-binar mata malaikat-malaikat kecil itu.

Sungguh! Aku tidak akan berdusta kepadamu. Aku sudah lelah berdusta! Kali ini, kumohon percayalah! Aku menemukan bahagia di mata para malaikat kecil itu.

Apa? Kau tak percaya? Aku tantang kau datang dan masuklah ke dalam dunia para malaikat, pasti kau akan takjub. Tertunduk-tunduk karena malu kau akan berlalu dari hadapanku. Karena kau sangka aku berdusta, tapi matamulah yang buta.

Jangan malu, aku juga dulu buta, bahkan sekarang masih setengah buta. Tak mengapa, selaput di mataku hamir luruh sudah. Kuharap nanti tak perlu lagi aku meraba-raba ketika mataku sudah terbuka.

Satu lagi, aku belum selesai! Tunggu! Kumohon, sebentar lagi. Oh, ternyata kau memang tak mendengarkan sejak tadi. Maaf, aku lupa. Aku mengira tadi kau mendengarkan suaraku, mulutku berbusa penuh gairah mengira kau mendengarkannya dengan rela.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline