Lihat ke Halaman Asli

Chapter 3 : Skak Mat

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Terbangun karena tetesan hujan?

Adakah situasi yang lebih syahdu dari itu?

Jam tanganku masih menunjukkan pukul 05.45 tapi hujan sudah sedemikian derasnya, seakan-akan hujan kemaren belum cukup untuk ditumpahkan.

Maksud hati hendak mengutuk tapi tidak jadi karena teringat hari ini ada jadwal mengajar. Malah, harusnya aku berterima kasih pada ibu kontrakanku yang tak juga membetulkan genteng yang bocor, karena dengan tetesan hujan tak diundang tadi aku tidak terlambat ke sekolah (lagi).

Selalu ada alasan untuk memandang sesuatu menjadi lebih bermakna. Jika tidak, carilah terus sampai kita menemukan alasan itu.

Kata-kata yang sering kudengar dari Sulaiman, teman baruku disini yang tergila-gila dengan ide The Secret, buku karangan Rhonda Byrne dan buku-buku ala Noetics lainnya.

Aku mengenalnya dari seorang teman. Jadi dia adalah temannya temanku.

Sebagai seorang manager sebuah PO di Karawang, kehidupannya cukup lumayan. Tapi dia tidak bahagia dengan itu. Pun walau istrinya sudah 2 dan dua-duanya cantik-cantik.

Ada sesuatu yang hilang.

Dia sering bilang begitu. Aku dapat memahaminya. Karena perasaan itulah akhirnya aku cepat sekali akrab dengannya. Aku sudah merasakan rasa kehilangan akan cita rasa hidup sejak setahun yang lalu. Tetapi hingga saat inipun aku belum menemukan sesuatu yang hilang itu.
Rutinitaslah yang merenggutnya.

Setiap pagi harus berangkat ke kantor, memeriksa jadwal, laporan, melobi satu dua perusahaan, kadang-kadang musti menggunakan cara-cara diluar norma kepantasan untuk memenangkan proyek transportasi atau jemputan di perusahaan tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline