Lihat ke Halaman Asli

Dilema Rupiah

Diperbarui: 5 Agustus 2015   18:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="dolar makin perkasa"][/caption]

Banyak yang  khawatir terhadap nasib rupiah saat ini. Tertekan selama berbulan-bulan rupiah tak mampu bangkit melawan dolar AS yang tambah perkasa. Apa langkah pemerintah mengerem terpuruknya rupiah? Biasanya pemerintah mengambil langkah klasik yang masih dianggap mujarab. Intervensi. Pemerintah membanjiri pasar uang dengan dolar. Nyess.. sering berhasil. Tiba-tiba dalam hitungan menit;  pasar puas, dolar lemas. Pasar pun kembali bergairah. Siklus dolar yang sudah jadi komoditi memang berlaku hukum pasar, supply-demand. Banyak permintaan rendah suplai ini yang membuat rupiah terkulai lesu.

Tapi pemerintah memang tak selamanya gegabah melakukan intervensi. Sebab perkasanya dolar bisa mendongkrak nilai ekspor. Sementara  menekan laju impor menjadi langkah lain yang membuat dolar berkumpul di lahan domestik. Sederhananya, dari ekspor dapat dolar, mengurangi impor menyandera dolar. Jadi masalah naik-turunnya nilai kurs  rupiah dalam negeri sangat bergantung, salah satunya dengan  dolar yang ada di dalam negeri. Jadi jika dolar kuat, pemerintah tersenyum itu artinya ada surplus mengalir ke kocek . Sesederhana itu hukum naik-turun rupiah. Namun seberapa mampu menggenjot ekspor dan seberapa kuat menahan impor? Inilah yang selalu menjadi dinamika dan dilema ekonomi kita.

Saat pemerintah membiarkan rupiah terkulai lemah, ditengarai pemerintah berusaha menggapai surplus ekspor. Demikian pula saat membendung arus impor, pemerintah berusaha mengejar surplus impor. Menguatnya dolar atas rupiah memang tidak serta merta menjadi kiamat. Di komoditi unggulan misalnya justeru menguatnya dolar menjadi impian. Sangat wajar Presiden Joko Widodo secara sengaja datang ke Makasar untuk melepas kapal yang membawa komoditi ekspor senilai 1,5 triliuin. Di tengah menguatnya dolar, kapal yang dilepas Presiden seperti membawa mimpi yang menjadi kenyataan.

Lalu apakah membiarkan dolar terus perkasa akan selamanya menguntungkan? Tentu saja jawabnya tidak. Bahkan ketakutan menguatnya dolar atas rupiah lebih besar ketimbang memberi kabar gembira. “Jika pelemahan rupiah berlanjut, papar Denni Puspa Purbasari,  staf pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, akan mempengaruhi kepercayaan investor. Dan lebih berbahaya, lanjutnya, jika pelemahan untuk mempengaruhi ekspektasi rumah tangga. Apa artinya? Melemahnya rupiah membuat harga-harga kebutuhan hidup melonjak. Jika pemerintah tidak segera bertindak, melakukan intervensi, biayanya akan lebih mahal. (Kompas 5/8)

Berlarutnya pelemahan rupiah membuat banyak pihak hawatir kalau krisis 1998 akan terulang. Meski kekhawatiran ini dianggap berlebihan namun cepat atau lambat rasa khawatir ini menyebar dan bisa membesar. Pemerintah sendiri nampaknya masih santai melihat fenomena melemahnya rupiah. Pemerintah seperti mengharap “ada gelombang” yang bisa meniup agar rupiah bisa menguat. Sikap pemerintah yang dinilai cuek bebek atau malah bingung mau melakukan apa, mulai mendapat kritik tajam.

 Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri salah satu ekonom yang menganggap aneh melemahnya rupiah (yang kini sudah menjadi Rp 13.500 perdolar. Saat menyampaikan pandangan tersebut dolar masih kisaran Rp 13.000). “Nilai yang pas dolar atas rupiah menurut saya Rp 11.000”, jelasnya.

Dasar yang digunakan Faisal berdasarkan kondisi harga minyak dunia. Tren minyak dunia  yang  saat ini  menurun menjadi dasar  menguatnya rupiah. “Dengan turunnya harga minyak membuat BBM tidak lagi  menjadi komoditas impor terbesar seperti tahun 2011-2014. Dampaknya perdagangan luar negeri Indonesia mengalami surplus.” Faisal juga menghitung  harga komoditi penting lain trennya juga tengah menurun seperti jagung, kedelai dan sebagainya. Dengan data ini, Faisal percaya kalau para pemegang dolar masih menyimpan dolarnya. Mereka takut dolarnya tak mampu dibeli kembali karena menjadi mahal. Dengan alasan ini menurut  Faisal mereka belum percaya dengan pemerintahan yang sekarang.

Ekonom Didik J. Rachbini punya pertanyaan senada. “Setiap pemerintahan baru selalu melahirkan harapan-harapan baru. Harapan tersebut tercermin melalui penguatan rupiah atas dolar. Namun mengapa  justeru melemah? Inilah yang dicurigai Didik kalau  pemerintah membiarkan rupiah terpuruk.

Sampai kapan dolar dibiarkan berkuasa? Sampai angka berapa rupiah terkulai lesu? Pemerintah pasti sudah memiliki langkah dan waktunya. Tapi jika terlalu lama, kepanikan akan menjadi ancaman. Sebab jika terlambat biaya intervensinya akan sangat mahal. Selain itu produktivitas industri nasional juga akan turun dan akibatnya PHK menjadi ancaman nyata yang dialami masyarakat. Langkah yang dilakukan pemerintah juga bisa memberi kepercayaan investor agar tetap menanam dolarnya di dalam negeri. Jika semua langkah dilakukan namun rupiah tetap terpuruk agaknya semua pihak harus mawas diri. Jika krisis berlanjut hubungi IMF.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline