Lihat ke Halaman Asli

Kayla Elfreda

Mahasiswa

Brand Skincare Lokal: Sudah Mahal, Isinya Sedikit Pula!

Diperbarui: 13 Februari 2023   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

source: shutterstock.com

Kompasianer, setujukah kamu perihal campaign "cintai produk lokal" yang dielu-elukan oleh banyak orang?

Tentu hal ini sangat bernilai positif guna mendukung kenaikan pendapatan perkapita di negara kita, Indonesia. Namun rupanya masih banyak sekali orang di luar sana yang kurang melirik brand lokal melainkan mereka berbondong-bondong untuk membeli dan menggunakan produk-produk dari Luar Negeri. 

Mengapa demikian? apakah mereka tidak bangga dengan apa yang ada di negara kita sendiri? Ya, memang banyak orang yang memiliki motif yang menjurus kearah "gengsi". Namun, rupanya tidak hanya itu yang menjadikan mereka masih mengonsumsi serta membeli produk dari luar. Salah satunya di bidang kecantikan seperti skincare atau make up.

Di zaman sekarang ini orang-orang sudah mulai membuka mata perihal betapa pentingnya penggunaan skincare, hal ini pun membuat banyak brand-brand kecantikan di dalam negeri ini bermunculan dengan kualitas yang cukup bagus pula. Namun, yang menjadi pertanyaan sekarang ialah mengapa masih banyak orang yang lebih memilih untuk menggunakan produk skincare dari luar ketimbang produk skincare dalam negeri? 

Apa benar karena gengsi? Saya rasa dalam penggunaan skincare ialah konsumen lebih mementingkan kecocokannya produk tsb pada kulit konsumen. Cocok kah? 

Lalu, seberapa efektifkah produk itu di kulit konsumen? Berhasilkah ia bekerja seperti yang ia klaim? Lalu, hal ini berarti motifnya bukan karena gengsi seperti pada kasus di porduk-produk lain seperti sepatu, pakaian, tas, atau hal-hal lain yang terlihat dan bisa dipamerkan di hadapan orang lain. Lalu, mengapa?

Baru-baru ini dalam platform twitter sedang ramai orang-orang membicarakan produk skincare lokal yang sedang menjamur. Mereka beranggapan bahwa brand-brand lokal saat ini sedang latah.  

Latah yang dimaksud disini ialah banyak brand skincare lokal yang memanfaatkan empati orang-orang dengan embel-embel  “cintai produk lokal” dan menjual harga dengan sedikit tidak masuk akal. mereka lupa untuk meningkatkan kualitas yang kurang sebanding. Bukan keefektifan produk tsb yang dibicarakan. Melainkan harga dan isi didalamnya yang sangat tidak sebanding jika dibandingkan dengan produk luar. 

Seperti contoh ada 1 brand dari Korea Selatan berinisial “I” dan ada satu brand skincare lokal berinisial “S” yang sama-sama memiliki produk pelembab dengan kandungan utamanya yakni ceramide dan banyak pula penggemarnya dikarenakan banyak orang yang menggunakan pelembab-pelembab itu dan merasakan keefektifan produk-produk ini di kulit mereka. Namun, jika dua produk ini kita bandingkan sangat berbanding terbalik. 

Produk lokal yang berinisial “S” menjual pelembab mereka dengan rentang harga 250 ribuan hingga 290 ribuan dengan isi 50ml sedangkan produk luar dengan inisal “I” menjual pelembab dengan harga 220 ribuan dan isi 200ml. Sangat berbanding terbalik yaa. 

Kita ambil contoh lainnya, ada satu brand lokal berinisial “A” menjual produk sunscreen seharga 150 ribuan dengan isi 30ml. Tentu hal ini membuat orang-orang beranggapan bahwa sunscreen ini lebih mahal dibandingkan harga-harga sunscreen pada umumnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline