Lihat ke Halaman Asli

Kayla StefaniMagdalena

Mahasiswa Ilmu Hukum di Universitas Indonesia

Indonesia Jelang Pemilihan Presiden 2024: Masih Perlukah Presiden Joko Widodo Menjabat 3 Periode?

Diperbarui: 13 Desember 2022   15:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://news.detik.com/berita/d-5941103/ylbhi-sejajarkan-foto-jokowi-soeharto-senior-pdip-bereaksi

Pada tahun 2024, yang berarti dua tahun lagi, Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan Umum besar yang salah satunnya terdiri dari Pemilihan Presiden. Pada tahun 2019 lalu Joko Widodo diusung oleh tujuh partai besar, partai utamanya yaitu Partai Demokrat Indonesia Perjuangan. Politisi Aria Bima dari PDI Perjuangan membeberkan alasan utama dibalik terpilihnya kembali Joko Widodo sebagai capres pada Pilpres 2019. Pengangkatan ini karena aspirasi masyarakat yang mereka dukung Jokowi tetap ingin menjabat sebagai Presiden periode 2019-2024.

Kita akan membahas dampak yang akan terjadi jika wacana presiden jadi terlaksana, Pakar ketatanegaraan tunggal UNS Agus Riewanto menanggapi wacana baru-baru ini bahwa Presiden Jokowi akan menjabat tiga periode. Agus menilai wacana tersebut bisa berbahaya jika dilakukan. Agus pertama kali menyatakan bahwa berdasarkan UUD 1945 dan konstitusi  saat ini, wacana presiden tiga periode tidak mungkin dilaksanakan. Menurutnya, hal itu akan melanggar konstitusi yang diatur dalam Pasal 7 UUD 1945. Menurut detik news saat mewawancarai Agus pada 19 Juni 2021, ia berkata "Iya kalau dilihat dari konstitusi dan ketentuan UUD 1945 jelas dinyatakan presiden dan wakil presiden hanya boleh menjabat dua kali masa jabatan ya, setelah itu tidak dapat dipilih kembali, di pasal 7 UUD 1945. Jadi kalau dilihat dari konstitusi itu tidak memungkinkan seorang presiden yang sudah menjabat dua kali bisa ajukan diri atau calonkan diri kembali karena akan menabrak konstitusi, itu kalau dari aspek konstitusinya." Ia mengatakan wacana tersebut dapat dilaksanakan dengan syarat harus ada perubahan melalui amandemen konstitusi. Namun, reformasi UUD 1945 juga tidak mudah dan tunduk pada sejumlah syarat.

Agus mengatakan kembali bahwa "Ya kalau mengubah presiden dari dua periode jadi tiga periode satu-satunya jalan amandemen konstitusi di pasal itu, amandemen konstitusi itu merupakan kewenangan MPR itu terdiri dari DPR dan DPD, amandemen bukan tidak boleh, tapi boleh, sepanjang memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 36 UUD 1945, di pasal itu begitu rigid diceritakan bagaimana amandemen itu mesti dilakukan kan, harus dihadiri oleh 2/3 (anggota DPR dan DPD), kemudian disetujui dalam rapat paripurna, itu dalam pasal itu begitu rigid," Jika perubahan itu tercapai  dan disetujui MPR, Agus mengingatkan, hal itu akan berimplikasi pada sejumlah hal bagi Indonesia. Salah satunya, kata Agus, Indonesia akan kembali ke era Orde Baru dengan  perlawanan dari komunitas anti pemerintah. 

"Saya khawatir jika ini dipaksakan dan masyarakat tidak sepenuhnya terlibat atau tidak berpartisipasi, bisa terjadi pembangkangan sosial atau gerakan sosial yang bisa menentang pemerintahan Jokowi, seperti yang terjadi lagi di tahun 1998. Dampaknya sangat luas," ujar Agus. Tidak hanya itu, Agus juga mengatakan, pelaksanaan wacana 3 Periode Jokowi  berdampak pada pembaharuan kepemimpinan juga. Tidak hanya kepemimpinan di pusat, tapi juga kepemimpinan di daerah  akan terpengaruh. Menurutnya,  kepemimpinan politik di daerah, gubernur,  bupati, walikota akan menyusul nanti, kalau presiden 3 periode, maka walikota-gubernur 3 periode". Bayangan suram  presiden tiga periode tidak hanya menjangkau tingkat pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah. Risikonya, kepala daerah juga  bisa ikut serta memperpanjang masa jabatannya hingga tiga periode. Pembaharuan pemimpin politik di tingkat daerah akan terpengaruh."Jika logika koherensi ini diterapkan, maka secara logika  tiga pergantian. kemungkinan petahana daerah  juga akan menjabat tiga periode. Artinya, selama 15 tahun kita akan memiliki momentum generasi  politisi, dari nasional hingga daerah, lanjutnya. Agus juga mengatakan bahwa kekuasaan akan muncul di semua lini negara, mulai dari eksekutif hingga legislatif. Pemerintah, kata dia, juga akan cenderung  otoriter dengan kepemimpinan tiga periode ini dan  mementingkan kelompok tertentu, yang cukup berbahaya karena tidak ada jaminan jika semua orang menguasai parlemen, tidak akan menguasai aspek  seluruhnya. Artinya, pemerintahan kita hanya akan jatuh ke tangan orang-orang istimewa dan oligarki, ya kelompok-kelompok yang mendukung kekuasaan itu. Itu mematikan. Oposisi, bayangkan suara oposisi harus bekerja keras, tunggu 15 tahun sebelum berganti kekuasaan," ujarnya. Ini contoh suasana politik ketika Presiden menjabat tiga periode,  menurut Agus Riewanto tentunya.

Selanjutnya apa tanggapan masyarakat jika wacana ini dilaksanakan dalam Pemilihan Presiden 2024 mendatang ? Orang Indonesia menolak pembicaraan bahwa presiden bisa menjabat tiga periode. Mereka ingin konstitusi mempertahankan masa jabatan  dua tahun presiden.Menurut survei nasional terbaru oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), mayoritas masyarakat Indonesia meyakini ketentuan bahwa presiden hanya bisa menjabat sebagai Wakil Presiden Kedua. , ketentuan UUD 1945 harus dipertahankan. 

"Sekitar 74% warga menginginkan tetap berlakunya dua periode masa jabatan presiden. Hanya 13% yang menginginkan masa jabatan presiden  diubah  dan 13% tidak berpendapat," kata Ade Armando , Direktur Komunikasi SMRC, mempresentasikan hasil survei nasional SMRC bertajuk "Sikap Publik Nasional Menuju Presidensialisme dan Amandemen DPD" yang dilakukan secara daring di Jakarta, Minggu (20/06/2021). 

Survei nasional SMRC  dilakukan pada tanggal 21-28 Mei 2021. Penelitian ini dilakukan melalui wawancara tatap muka dengan 1.072 responden yang dipilih secara multi level random sampling. Tingkat kesalahan pemeriksaan adalah 3,05%.Ade mengatakan hasil tersebut menunjukkan bahwa narasi yang didukung oleh kelompok tertentu bahwa Presiden Jokowi dapat melawan kembali pada Pilpres 2024 dengan mengesampingkan ketentuan UUD 1945 yang mengatur tentang masa jabatan presiden. Batas presiden, perubahan ditentang oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Meskipun dukungan untuk Jokowi tinggi, menurut Ade, hampir 75% warga mengatakan tidak perlu ada perubahan. masa jabatan Presiden. 

"Hal ini menunjukkan  komitmen kuat rakyat Indonesia terhadap perlunya pembatasan kekuasaan  presiden," kata Ad. Mengenai isu terakhir, Ade menegaskan jajak pendapat SMRC  juga menunjukkan bahwa 68,2% masyarakat menilai Pancasila dan UUD 1945 adalah formula terbaik dan tidak boleh diubah. Selain itu, sekitar 15% warga berpendapat bahwa meski Pancasila dan UUD 1945 memiliki kekurangan, namun sejauh ini keduanya adalah yang terbaik untuk membawa kehidupan Indonesia yang lebih baik.

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181017202417-32-339323/pilpres-2019-jokowi-maruf-target-menang-besar-di-jakarta

Jadi kesimpulannya, baik kelompok politik maupun masyarakat awam tidak menyetujui akan adanya wacana presiden 3 periode ini, karena sejatinya, jika wacana ini benar-benar terjadi akan terjadi cacat demokrasi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline