Lihat ke Halaman Asli

Evaluasi Eksistensi Partai Politik di Indonesia

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1360163502152698725

[caption id="attachment_241415" align="alignleft" width="151" caption="10 Partai peserta pemilu 2014"][/caption]

Kesemrawutan majet diibukota serta banjir yang menggangu stabilitas kehidupan sosial ternyata seperti di copy paste terjadi pula di tubuh partai – partai politik yang ada di negeri Indonesia ini, beberapa kasus seperti KKN contohnya menjadi modus begitu popular untuk dijadikan bahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangkap “ikan-ikan” nakal ini. jika saja ada “vaksinasi” yang dapat mengobati atau menjadi pengganjal rasa sakit hati para pendukung partai dan rakyat Indonesia maka akan ramai rasanya apotik se-antero negeri. Bila dirunut kejadian – kejadian yang melibatkan partai politik dan membagikannya kepada masyarakat rasanya seperti dikhianati oleh saudara sendiri yang berjanji untuk selalu setia dan membagi ragam masalah untuk diselesaikan bersama. Akan tetapi peran partai politik sendiri pada kenyataannya telah bergeser secara kasat mata memandang, telepas dari buku tebal yang memuat platform partai yang sebegitu jelinya dibahas pada seminar ataupun bedah platform yang biasanya diselenggarakan partai politik untuk memungut buah pikiran masyarakat, akademisi untuk membangun partai menjadi corongnya suara rakyat. Tulisan ini sebenarnya menggugat apakah masih penting keberadaan partai politik di Indonesia dan bagaiman jika menjadi suatu refleksi kepada seluruh kader partai maupun simpatisan dan masyarakat dapat pure menilai untuk membangun politik Indonesia yang lebih santun.

Mengembalikan fungsi hakiki partai

Bila di representasikan maka dapat kita gambarkan bersama dengan ideology partai yang berbasis nasionalis, mengedepankan religiusme serta nuansa perjuangan dan kerakyatan maka ini merupakan sebuah pemandangan yang menjanjikan membawa perubahan kepada Indonesia sebagai negara dan rakyatnya lebih makmur dan santun. Mengambil pendapat teoritis dari Miriam Budihardjo (2000), maka fungsi partai politik terbagi atas empat (4) Fungsi yaitu; (i) sarana komunikasi politik (Political Communication), (ii) sosialisasi politik (Political Socialization), (iii) sarana rekruitmen politik (Political Recruitment), dan (iv) pengatur konflik (Conflict Management. Sedangkan Matthias Catón, Programme Officer, International IDEA menegaskan bahwa fungsi partai politik menyambungkan dirinya (partai politik) dengan masyarakat, intepretasinya adalah bagaimana partai politik menjadi teman masyarakat, akan tetapi hal yang terjadi adalah partai politik memang menjadi teman dari masyarakat akan tetapi teman yang belum mampu menjadi penyalur aspirasi keinginan masyarakat, seperti yang ditegaskan oleh Matthias Catón partai harus dapat mengambil tuntutan dari masyarakat dan membundel keinginan mereka ke dalam paket kebijakan . Tuntutan ini mungkin sangat banyak dan kadang-kadang bertentangan. Namun partai kiranya dapat membahas dan mengevaluasi masalah ini dan membentuk kebutuhan manusia menjadi alternatif kebijakan. Dengan demikian mereka adalah bagian penting dari proses politik sehingga akumulatif dari keinginan ini dan itu juga berupa untuk kemaslahatan hajat hidup orang banyak seperti yang diamanatkan Undang – Undang Dasar 1945 dapat terwujudkan.

Masalah Partai, Solusinya?

Syamsuddin Haris dalam kompas (28/1/2011) problematika partai politik di Indonesia yang lahir sebelum era orde lama yaitu; Pertama, parpol dianggap masih memiliki problem ideologi, visi, dan haluan politik. Platform yang selama ini digagas selama ini tidak menyeluruh mengakomodir kepentingan rakyat dan ketika suara partai lantang menyuarakan problematika, sontak pertanyaan muncul ini kepentingan siapa dan motif in menjadi pola yang begitu dipahami masyarakat untuk memunculkan stigma negatif untuk menjadi bagian dari partai politik.

Selanjutnya, komitmen partai hanya berbasis “Kepepet” atau lebih tepatnya memandang kea rah PEMILU yang notabene masyarakat menjadi Consumer Target bila pagelaran pemilu legislatif atau Pemilukada akan diselenggarakan. Ketika Obama memenagkan dua pemilihan presiden di Amerika secara tidak langsung telah membangun jaringan perusahaan yang mempekerjakan begitu banyak volunteer dengan kemampuan dan keahliannya masing – masing. Dan setelah pemilu selesai agen – agen marketing politik ini menjadi pekerja sosial yang memiliki basis pengembangan ekonomi melalui strategi social media dengan model marketing ekonomi. Jika partai dapat berevolusi sebagai perusahaan yang memperkerjakan simpatisannya menjadi anggota partai yang memiliki platform membangun kesejahteraan anggota partai dan juga memberikan kemakmuran ini dapat merealisasikan fungsi partai sedikit banyaknya. Sejatinya, ini menjadi tanggungjawab elit partai dan fungsionarisnya untuk menciptakan peluang pembangunan ekonomi kerakyatan mendukung program pemerintah  dengan memanfaatkan medium partai politik.

Kepemimpinan partai menjadi isu sangat hangat dibahas sebagai satu dari cabang masalah partai politik yang menarik untuk disambangi. Mengunungi portal-portal berita yang memuat tentang cerita partai yang akhirnya bermuara pada kericuhan, kecurangan dan pemaksaan kehendak, maka kepemimpinan partai menjadi contoh yang sederhana namun sangat penuh dengan kepentingan ketika proses pemilihan, bahkan negara yang dikenal dulunya dengan mementingkan musyawarah dan mufakat ini saat ini setiap elemennya  lebih memufakatkan “voting”. Disamping itu, model kepemimpinan yang lebih individual muncul atas pengaruh kekolotan pemikiran sistem birokrasi partai tradisional, dimana seharusnya kolektivitas kepemimpinan menjadi hal kebersamaan dalam penyelesaian setiap kebijakan partai. Menciptakan keadilan untuk semua dirasakan sulit namun bukan tidak bias direalisasikan walaupun tidak mencakup keseluruhan. Berangkat daripada itu, pola perubahan kepemimpinan harus mementingkan kebijakan partai yang mengarah kepada pembentukan kesejahteraan bangsa dan di tingkat daerah khususnya. Dukungan kepada setiap pemimpin dapat diciptakan melalui evaluasi dan perencanaan yang berkelanjutan agar partai politik dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Sistem tata kelola partai adalah hal yang rumit dengan kompleksitas dan resistensi dari pelbagai penyakit yang menyerang di tubuh partai seperti system pengkaderan, pencalonan. Nomor urut caleg bagi beberapa kalangan menjadi hal begitu mudah diselesaikan asalakan ada keinginan dari setiap elemen partai. Seperti contoh penerapan prinsip good governance yaitu transparansi, tanggung jawab, partisipasi, supremasi hukum serta profesionalisme dan kompetensi, maka ini dapat membuat partai menjadi lebih bermartabat di mata masyarakat dan anggota partai pada khususnya. Transparansi anggaran partai, kelogowoan elit terhadap kader baru dalam nomor urut partai bias dijadikan contoh sederhana bagaimana partai dibangun dengan tata kelola kekeluargaan. Keterlibatan partai dalam pembangunan edukasi kemasyarakatan untuk peningkatan kompetensi anak bangsa dapat dijadikan kerangka partisipatif dari parpol dan juga ketegasan dalam dukungan impelemtasi hokum di tubuh partia dengan cara Punishment terhadap anggota partai yang tersangkut dalam pelanggaran hukum serta berani jujur dapat membangun pola pikir bangsa menjadi lebih maju.

Jika Partai politik menjadi sorotan dikarenakan menjadi obyek kritikan dan juga sinisme di Indonesia maka perasaaan itu telah tumbuh menjadi akar serabut yang dalam karena ketidakpuasan masyarakat dan internal partai terhadap performa partai sendiri. Masalah partai politik, bagaimanapun, berada pada akar konflik nilai dan kepentingan. Jika suatu perusahaan ingin menginstal sistem komputasi baru, atau membangun jembatan, itu mungkin akan mempekerjakan orang-orang berkualitas terbaik bagi pekerjaan tersebut. Dalam politik, bagaimanapun, tidak ada solusi terbaik namun dapat melakukan sebaik mungkin.

Partai politik dalam pemilihan masing-masing, tampaknya masih akan berdiri di atas manfaat pribadi mereka, akan tetapi satu-satunya pertanyaan layak bertanya dari calon wakil kita nantinya adalah: apakah dia 'mewakili'?. Mayarakat mesti jeli dengan tidak subjektif lagi memandang kharismatik ataupun baik yang kagetan sebagai refensi dalam memilih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline