Lihat ke Halaman Asli

Korupsi Bersama Polisi

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arif saifudin yudistira

Orang-orang mencatat dalam ingatan. Ingatan seperti berbicara sendiri sesuai fakta, dan realita yang ada. Itulah mengapa ingatan selalu memiliki kekuatan yang jangkauannya bertahun-tahun yang sudah silam. Akupun mencatat ini dengan ingatan. Pada hari Selasa tanggal 7 Mei 2013. Tanggal yang kuingat, hari yang benar-benar melelahkan menjemukan. Orang-orang luar, lembaga anti korupsi dunia, atau bahkan Negara-negara barat boleh saja mencatat negeri ini paling korup, tapi aku mencatat di hari itu, bahwa negeri ini mengkorup diri sendiri. Dirampok oleh orang-orang kita sendiri, kita semua koruptor.

Bila orang-orang menjunjung tinggi adab, maka disanalah sebenarnya Negara semakin beradab. Saya berulangkali membaca uraian dan petuah Ki Hajar dewantara mengapa ia selalu menekankan persoalan adab dan budi pekerti luhur. Ini bukan sekadar penataran ala p-4, tapi ini adalah ajaran penting tentang fondasi dan yang pokok dalam kebudayaan timur. Setelah menikmati lama-lama dan kesesakan dan kesemrawutan membuat SURAT IJIN MENGEMUDI (SIM), aku memasuki ruang tes teori. Di ruang itu aku menunggu hampir setengah jam. Di waktu yang setengah jam itu aku mulai meraba ruangan, 20 peserta yang akan ikut mengikuti ujian teori, ditambah dua personil polisi yang dari tadi bolak-balik membawa map biru entah map milik siapa, ditambah lagi orang keluar masuk seenaknya ke ruang operator tes ujian teori. Aku menangkap kecuriagaan, tapi aku diam dan mengamati apa yang mereka lakukan. Sogokan, member atau pun menerima suap merupakan tindak pidana pasal 609 KUHP seingat saya, tulisan itu dimana-mana dipasang, tapi aroma suap selalu saja tercium dari hidungku. Kepalaku pening, aku marah tapi kutahan, aku ingat waktu polisi-polisi itu menganiaya pendemo tak kenal ampun.

Dan aku bingung dengan suap yang terjadi di hari itu, dan aku belum menyerah, belum memutuskan, atau aku teriakkan dan pasang spanduk itu segera

MARI KORUPSI BERSAMA POLISI

*) penulis tinggal di klaten, kasus ini di polres klaten

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline