Untuk menegakkan kebenaran demi kedamaian perlu keberanian, tetapi keberanian tanpa kendali yang tercipta kekacauan.
Abu Janda, sejujurnya saya salut pada keberaniannya menjadi pembela pemerintah atau Presiden Jokowi. Terlepas itu sebagai pekerjaan atau sukarela. Tetap saja itu butuh keberanian untuk bersuara.
Ia menjadi sosok yang penuh keberanian banyak yang menyukai, tetapi tidak sedikit pula yang membenci. Abu Janda memang sering unjuk gigi dengan gagah berani membela kebijakan pemerintah selama ini. Terutama hal yang berbau Ormas radikal.
Permadi Arya, nama lain Abu Janda selama ini dikenal sebagai pegiat media sosial yang lantang bersuara menentang mereka yang intoleran. Sekali lagi untuk bersuara sangat butuh nyali dan tidak semua orang bisa melakukan. Walau kita berdalih ia berani karena dibayar.
Pada sosok ini, sejujurnya saya sangat salut. Saya pikir kita memang membutuhkan sosok seperti ini yang lantang bersuara seakan tak takut mati. Karena untuk melawan mereka yang intoleran memang membutuhkan hal ini. Para pelaku intoleran jelas adalah mereka yang juga berani.
Untuk menegakkan kebenaran memang perlu bersuara dan tindakan. Bukan diam dalam persembunyian. Nah, untuk itu butuh keberanian. Tak takut bahaya, ancaman, dan segala risiko. Tentu ini tidak semua orang siap melakukan.
Selama ini Abu Janda telah membuktikan kapasitas dirinya dalam hal ini. Tidak takut melawan mereka yang intoleran. Tak heran namanya cukup berkibar seantero negeri. Sering saya mendapat kiriman video dengan suara lantangnya. Itu yang saya tahu dan saya harus memberikan apresiasi.
Namun dalam keberaniannya, saya juga jujur mengakui ada hal-hal yang tidak berkenan di hati. Hal yang berhubungan dengan cara, gaya, dan bahasa. Ada yang menurut saya berlebihan dalam penyampaiannya. Kalau tidak mau dikatakan kasar dan arogan.
Bukankah ada hal yang berlebihan itu adakalanya tidak baik?
Bukankah dalam membela dan menegakkan kebenaran semestinya dengan cara yang baik dan benar sehingga hasilnya pun baik?