Katedrarajawen_ Pujian itu menyenangkan. Kritikan itu menyebalkan. Begitu yang kita persepsikan. Tertanam dalam ingatan.
Atas pujian kita bisa dengan enteng dan sukarela mengucapkan terima kasih. Senyum mengembang hati berbunga-bunga.
Namun atas kritikan sikap kita sebaliknya. Mata mendelik, perasaan tak nyaman. Serasa terserang demam. Kita anggap yang mengkritik itu iri dan dengki. Hadir rasa benci.
Begitu, bukan?
Hari ini saya berketetapan hati, bahwa baik pujian maupun kritikan itu sama-sama menakutkan, tetapi juga sama-sama menyenangkan. Khususnya di dalam aksi menulis di media sosial.
Karena apa?
Siap Menerima Segala Kemungkinan
Ketika kita berani menggerakkan jari-jari menulis di media sosial, konsekuensinya harus berani dan siap menerima segala kemungkinan relasi dari pembaca. Hal yang mungkin sebelumnya tidak terpikirkan bisa terjadi.
Bukan hanya pujian dan kritikan. Bisa jadi akan ada nyinyiran, olok-olok, dan cacian bahkan hujatan yang membuat ciut nyali. Terluka. Berlinang air mata. Lalu bersembunyi.
Tidak hanya membuat takut, tetapi frustrasi bercampur benci. Semua harus dilalui.
Jangan takut. Ketakutan akan hilang selama kita tetap fokus menulis dalam niat baik yang kita miliki.