Lihat ke Halaman Asli

Katedrarajawen

TERVERIFIKASI

Anak Kehidupan

Gelas Pecah, Hati Pecah

Diperbarui: 23 Juni 2020   11:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar : Canva /katedrarajawen

Katedrarajawen_ Adakalanya kita melakukan  kecerobohan. Apalagi anak-anak. Mungkin kita pernah mengalami situasi ketika anak memecahkan sesuatu. Piring atau gelas. Kalau kepala, jangan sampai. 

Apa yang terjadi. Yang pasti tidak mungkin spontan kita akan tertawa. Karena memang ini bukan kejadian lucu. 

Apalagi barang yang pecah itu baru dibeli atau merupakan benda kesayangan. 

Sepertinya akan keluar nyanyian bak seorang rocker. Bisa ceramah panjang lebar. Anak terdiam ketakutan. Tak ada kesempatan untuk menjelaskan. 

Ketika ada kesalahan umumnya reaksi pertama adalah kemarahan. Tanpa mau memahami penyebab kesalahan itu terjadi. 

"Kamu salah, saya marah. Itu wajar." Ini lalu menjadi pedoman kebenaran. Selanjutnya menganggap sebagai  'ayat suci' kehidupan. 

Dengan logika yang sederhana saja sebenarnya kita sudah paham. Kemarahan tidak akan mengembalikan barang yang sudah pecah utuh kembali. 

Yang ada justru ada 'barang' yang lebih berharga menjadi pecah. Hati anak kita. Apa hati seorang anak sebanding dengan sebuah gelas?

Demi membela sebuah benda yang pecah, kita sampai memecahkan hati anak sendiri. Tragis, bukan? 

Ingat pantun lama : Sapu tangan persegi empat. Seseginya di makan api. Luka di tangan dapat dikebat. Tiada obat luka di hati. 

Mengalami kejadian ini, sebenarnya ada hal yang sangat sederhana bisa kita lakukan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline