Di sini sepi, di sana sunyi. Di mana-mana tiada suara keramaian lagi. Antara takut dan menjaga diri. Rumah-rumah ibadah tak berpenghuni.
Umat-umat beribadah di rumah sendiri. Ritual-ritual berhenti. Perayaan belum ada yang pasti. Tak akan ada yang pernah menduga semua ini akan terjadi.
Wabah Corona telah mengubah semua ini. Membawa pesan betapa rapuhnya keberagamaanmu selama ini. Terpaku pada ritual dan perayaan yang sesungguhnya bukan esensi.
Manakala wabah penyakit Corona menjadi pandemi. Seketika menyadarkan engkau mencari Tuhan Sang Mahatinggi.
Bukan di rumah-rumah ibadah yang kokoh berdiri. Bukan dalam doa-doa indah bak puisi. Bukan di dalam kitab suci. Bukan dalam alunan puja-puji. Bukan dalam ritual dan perayaan yang sudah tradisi.
Melainkan dalam nurani. Dalam samudra hati. Dalam puncak keheningan nan sunyi. Dalam kepasrahan diri. Dalam mengenal dirimu yang sejati.
Wabah Corona mengajari. Tuhan bukan semata pada perayaan dan ritual suci. Hal yang bahkan tak dimengerti.
Tuhan ada pada Jalan Kesadaran Sejati. Dalam dunia yang berbencana hingga memaknai hakekat hidup ini.
Wabah Corona hadir, agar agama kembali murni. Pemutihan hati. Bahwa Tuhan itu Maha abadi. Temukan Dia dalam pertobatan dan kesadaran diri.
Refleksihati@Katedrarajawen, 18 Maret 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H