Di status WhatsApp seorang kawan tertulis : Status rohani, kelakuan roh halus.
Apa maksudnya? Walau sesungguhnya kurang tepat. Tetapi dicocokkan jadi pas juga.
Tentu semua paham maksud yang ada. Kata-katanya berbau agama, tetapi perilakunya tak mencerminkan. Kemungkinan sedang menyindir seseorang atau sekelompok orang.
Dalam hal itu saya juga pernah disindir. Bahwa apa yang saya tulis tidak semua bisa saya lakukan. Saya yakin hal yang sama terjadi pula di antara yang lain.
Walaupun apa yang tertulis sebagian berdasarkan pengalaman hidup. Yang artinya sudah bisa dilakukan. Namun memang sebagian masih menjadi keinginan.
Namanya keinginan. Tentu semuanya belum bisa menjadi kenyataan secepatnya. Perlu waktu. Mungkin mengalami kegagalan. Berusaha lagi. Lagi dan lagi. Gagal. Namun tak putus ada mencoba.
Hal yang sering tak dipahami orang lain. Sebab kita tidak tahu tujuan dan niat yang tersimpan di samudra hati.
Bisa jadi kita menilai orang lain munafik. Kata-katanya tidak sesuai dengan perilakunya. Akhirnya menghakimi. Menertawakan. Meremehkan dan melecehkan.
Dalam hal ini kita tidak bisa menilai secara keseluruhan. Bahwa setiap orang yang berperilaku tidak sesuai dengan kata-katanya itu munafik. Mau mengubah perilaku itu tidak semudah bicara.
Kita tidak tahu, bisa saja kata-kata baik atau nasehat itu karena orang tersebutlah pernah mengalami peristiwa yang kita alami. Bukan karena ia benar-benar bijak. Tetapi bijak dalam satu momen kehidupan yang pernah dialami.
Kita juga tidak tahu, bisa jadi status rohani yang mengutip ayat-ayat Kitab Suci yang ada itu sesungguhnya untuk mengajari diri sendiri. Motivasi untuk tujuan hidup. Mungkin bahasanya seakan menggurui. Bisa pula itu adalah suara hati yang spontan hadir.