Lihat ke Halaman Asli

Katedrarajawen

TERVERIFIKASI

Anak Kehidupan

Jam Tangan

Diperbarui: 5 September 2018   23:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Memang salah saya juga, ketika mengambil jam tangan yang sudah diservis tanpa memeriksa kembali. Setelah lihat sekilas langsung dipakai. Ada terasa yang beda di tangan sebenarnya, cuma karena terburu - buru saya abaikan.

Begitu sampai di rumah, setelah melihat baru menyadari ternyata tutup belakang berbeda dengan yang aslinya. Yang terpasang tutupnya transparan dan agak tebal.

Saya segera menelepon tukang servisnya untuk komplain. Yang mengejutkan adalah jawabannya yang tegas "Saya tidak mungkin salah pasang!"

Tidak mungkin salah pasang dengan alasan sudah puluhan  tahun jadi tukang servis jam. Saya sendiri juga yakin, karena tutup yang terpasang sekarang berbeda dengan yang aslinya. Sebenarnya saya juga yakin tutup yang sekarang terpasang juga asli, cuma modelnya yang beda.

Ketika berselang berapa waktu saya bawa kembali jamnya, ia sendiri mengakui memang salah pasang. Seperti biasa dengan alasan - alasan untuk menutupi kesalahan yang sudah terjadi itu.

Kita memang perlu yakin dan percaya diri bahwa yang dilakukan itu benar, namun ketika ada yang mengkoreksi tidak ada salahnya menerima dengan lapang hati.

Ketika kita sudah terbiasa melakukan satu hal dengan teliti dan boleh dikatakan tidak pernah salah. Namun tak dapat dipungkiri juga pada waktunya pasti ada kesalahannya.

Tentu bukanlah kesalahan bila mau mengakui dan membenahi kesalahan yang ada. Yang justru menjadi kesalahan adalah bila berkeras hati untuk tidak mengakui kesalahan yang terjadi.

Lalu mencari kesalahan dari pihak lain untuk membenarkan kesalahan dirinya. Inilah ilmu sakti yang dimiliki manusia umumnya untuk terbebas dari kesalahan. Sepertinya saya juga punya.

Untuk menangkal ilmu jenis ini memanglah perlu belajar kerendahan hati dan berlapang dada atau jiwa besar. Bahwa masih  ada yang mau memberitahukan kesalahan kita itulah teman yang sesungguhnya. Bukannya malah balik tidak menyukai atau memusuhi.

Belajar jurus kerendahan hati dan berlapang dada memang tidak mudah. Butuh ketekunan, sabar, dan tiada bosan untuk belajar, belajar dan belajar. Gagal, coba lagi, gagal dan coba kembali. Bagaimana?

||pembelajarandarisebuahperistiwa




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline