Sekarang zaman orang - orang mengendarai kendaraan serba maunya cepat, kejar waktu seperti dunia mau kiamat. Main potong jalur orang atau mau tabrak bodoh amat. Yang penting modal nekat.
Siang itu saat tiba di pertigaan jalan dan sedang menunggu kendaraan dari arah lain lewat, motor saya ditabrak motor lain dari belakang. Spontan saya menengok dan rupanya seorang bapak - bapak yang berbondengan dengan seorang anak perempuan.
Saya tatap agak lama. Apa reaksi bapak itu? Tanpa sedikitpun reaksi dan ekspresi. Diam dalam wajah yang kaku. Ingin saya tegur, namun tertahan. Kendaraan lain sudah mulai jalan.
Saya sengaja jalan agak melambat. Bapak itu dengan cepat melewati saya. Lagi - lagi tanpa reaksi atau ekspresi apapun. Orang apa ini, pikir saya. Rasanya ingin marah.
Lalu saya mengingat kembali ke peristiwa yang saya alami sendiri bila menabrak kendaraan lain. Reaksi pertama pasti akan pasang senyum, lalu angkat tangan sebagai kode sambil mengatakan permintaan maaf.
Saya pikir lagi, kalau bapak itu melakukan hal yang sama, paling tidak tersenyum, pasti saya juga akan baik - baik tak memersalahkan. Karena berpikir saya juga pernah melakukan hal yang sama.
Setiap orang memiliki sifat yang berbeda, bisa memahami itu jauh lebih penting daripada berharap orang lain bersikap sama dengan kita.
Membandingkan - bandingkan sifat orang itu sungguh bukanlah tindakan yang baik. Karena kenyataannya setiap manusia pasti memiliki sifat yang berbeda. Ini adalah niscaya.
Ketika ingin marah juga, lantas berpikir, namanya juga manusia. Mungkin sudah sifatnya begitu. Marah juga percuma. Kalau dia mau terima. Bila tidak bisa ribut jadinya. Padahal kalau mau marah juga, tak masalah ya? Tinggal berdalih saja, saya juga masih manusia!
Kesimpulannya, setiap manusia memiliki dua sisi, yakni sifat baik dan buruk, masalahnya adalah soal sisi mana yang mau kita pilih menjadi perilaku hidup sehari - hari.
||Pembelajarandarisebuahperistiwa