Lihat ke Halaman Asli

Katedrarajawen

TERVERIFIKASI

Anak Kehidupan

Masih Berani Ikhlas?

Diperbarui: 16 Juni 2018   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagaimana rasanya di tengah malam mengalami motor mogok? Sudah lelah seharian berpergian, ketika hendak pulang tiba-tiba motor malah mogok. Kejadian ini berulang, setelah beberapa waktu mengalami. Ada apa gerangan?  Saya berusaha bersabar dan tentu berharap Tuhan mengirimkan 'dewa penolong' seperti sebelumnya.

Sekian lama berusaha dengan berbagai cara tak ada hasil. Masih beruntung suasana masih cukup ramai walau waktu sudah melewati tengah malam, kebetulan juga pas malam takbiran.

Saya hanya bisa berusaha pasrah, kondisi sudah sangat lelah dan kantuk sudah menyerang. Akhirnya muncul juga seorang pengendara ojek online Grab yang menurut pengakuannya baru keluar.

Setelah sedikit basa-basi, ia mencoba tes kondisi aki. Masih ada setrum. Tetapi ia mau mencoba dengan menggunakan aki dari motornya. Sayang malah tak bisa dibuka bautnya. Belum jodoh, ia mengatakan untuk menghibur.

Ya, sudah cara terakhir dan terpaksa dilakukan dengan 'stut'. Karena ia tidak ahli, saya yang melakukan dengan mengendarai motornya. Sebenarnya saya juga belum pernah melakukan, cuma suka memerhatikan orang lain yang melakukan. Sekali mencoba ternyata bisa, walau kaki harus menahan kelelahan.

Setengah perjalanan melihat kondisi ini, ia memberi ide, bagaimana kalau ditarik saja? Eh, saya baru ingat ternyata di jok kendaraan ada tali plastik. Apa salahnya dicoba?

Rupanya dengan cara menarik lebih susah daripada 'stut'. Namun dengan sabar dan perlahan-lahan, sampai juga sampai tujuan. Lega rasanya, segala lelah lenyap seketika.

Sebagai tanda terima kasih, saya hendak memberikan sedikit uang. Saya katakan untuk membeli minuman. Apalagi ia mengatakan baru online untuk mencari rejeki malam itu.  Sungguh kejutan, kawan ini dengan keras menolak. Ketika saya sodorkan, spontan kedua tangannya dilipat ke belakang.

Ia tidak mau menerima, sebab,"Saya ikhlas menolong Abang!" Itu yang dikatakannya. Ikhlas? Apakah saya sendiri masih punya?

Kalau saya di posisinya, pasti sulit untuk menerima pemberian itu. Karena akan berpikir itu pantas dan anggap saja sebagai rejeki.

Seumur-umur, dalam berbagai kesempatan ketika saya memberikan uang sebagai tanda terima kasih atau apalah namanya, boleh dibilang, tak pernah menemukan ada yang berani menolaknya. Ya, baru kali ini. Ada juga yang mengatakan ikhlas di mulut tetapi tangannya tetap gesit menerima uangnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline