Memang seperti inilah kehidupan dunia. Kekacauan dan kehebohan selalu ada. Manusia-manusia selalu merasa yang paling tahu apa yang sesungguhnya belum nyata. Menduga-duga kalau salah tingkah berkilah. Seribu jurus sakti tersedia. Hanya dengan opini yang malah seringkali adalah persepsi semata gagah berani berdebat sampai mulut berbusa.
Di zaman media sosial, manusia mendapat kebebasan tiada tara. Berlindung di balik kepalsuan sebagai senjata. Manusia bisa kehilangan kemanusiaannya mengumbar kata untuk menunjukkan kebenarannya.
Satu kejadian jadi berperkara. Saling bela dan hina. Perang kata tiada habisnya. Semua merasa yang paling benar sedunia. Tidak sadar telah memertunjukkan kesalahannya di depan mata.
Manusia memang penuh ambisi semu dengan rela membuang energi percuma. Mendahului ingin membuka kebenaran satu perkara sebagai yang pertama. Demi apa? Membesarkan egonya. Ego yang selalu jadi juara. Tak sadar telah tertipu dan terperdaya.
Dunia akan sepi bila tak banyak bicara begitu alasan yang utama. Jadi ramailah dunia dengan penghuni yang terus berbicara mengumbar kata. Jarang yang mau diam dalam damai menunggu waktu membuktikan kebenaran suatu perkara.
Protes dengan keadaan dunia yang selalu banyak perkara? Tidak, karena dunia akan selalu begini adanya. Namun setiap orang punya kehendak bebas menentukan pilihan untuk tidak serupa dengan dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H