Perjalanan matahari belumlah sampai setengah hawa panas sudah terasa. Tampak dari wajah si Kate yang memerah. Apakah semata pengaruh cuaca? Rupanya tidak. Si Kate dalam amarah.
"Bro, ente kemarin nulis apa tentang gue di Kompasiana? Belum sempat penulis menjawab kata-kata susulan sudah menyembur keluar dari mulut si Kate,"Ente jangan nulis yang macam-macam deh. Gue itu branding-nya itu udah terkenal bijak jangan dibuat yang gak-gak deh. Bisa terjadi pencemaran nama baik tau!"
"Maaf, maaf Mas Kate itu bukan pencemaran nama baik loh. Cuma sekadar kritikan aja kok." penulis berusaha tenang menjelaskan.
Rupanya si Kate tetap terima sambil melotot,"Maaf, maaf dan maaf itu yang selalu kamu bilang. Tapi di belakang bikin terus tulisan yang gak ada fakta alias ngarang untuk cari popularitas!"
"Nah, Mas Kate bilang bijaksana seharusnya bisa legawa menerima permintaan maaf dan bisa menerima kritikan dari siapa pun. Bukan begitu, Mas?" penulis dengan sebisanya tersenyum untuk menurunkan teori si Kate.
"Hari ini maaf, besok begitu lagi. Minta maaf lagi. Lagi-lagi minta maaf. Bikin salah lagi. Lama-lama gila kali. Sekali-kali mesti dikasih pelajaran baru kapok." sewot si Kate
Dalam hati penulis bergumam,"Bilangnya sih bijaksana kelakuan marah-marah mulu. . . Bijakgila kali hihihi . . "
"Perasaan gue gak enak nih, ente barusan bergumam apa tuh?" si Kate mendapat firasat bocoran dari hati penulis sepertinya.
"Ah, Mas Kate curiga dan bercanda aja. Masak tahu hati saya lagi bergumam." penulis berusaha ngeles.
Sudahlah sepertinya obrolan yang membosankan bila dilanjutkan saudara-saudara. Soal urusan maaf-maafan kita tunggu lebaran nanti ya.
Cerita berikutnya yang terpantau adalah di tengah makan yang sunyi si Kate tampak khusyuk merenungi peristiwa seharian yang dialaminya. Mungkin begitu ya ciri-ciri orang bijaksana.