Lihat ke Halaman Asli

Katedrarajawen

TERVERIFIKASI

Anak Kehidupan

Pagi

Diperbarui: 1 April 2017   09:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 


Photo credit: bogaert from morguefile.com 
Pagi ~ 19:38 25 Desember 2015 
Pagi mentari bersinar cerah menyapa. Sayangnya manusia jarang menikmati lagi. Oleh kesibukan mendesak sejak mentari malu-malu muncul di ufuk sana.  Semua terburu-buru dengan urusannya sendiri.  Bangun pun terburu-buru, hingga tak sempat lagi menyapa Ilahi dan untuk mengucap syukur dengan wajah ceria.

Aroma wangi udara pagi pun tak sempat tercium lagi. Kicau burung nan merdu sudah tak peduli. Hidangan pagi pun dinikmati sambil ke sana-sini. Ritual minum kopi terasa basi. Orang-orang berlomba seakan hari hendak kiamat memacu kendaraannya sampai hilang peduli. Semau enak sendiri. Pagi pun berhias emosi.

Para ibu tak kalah sibuk mengurus si buah hati. Tak lupa berlari-lari sambil menyiapkan sarapan pagi.  Hadirnya mekar bunga melati yang mewangi tak ada rasa lagi. Lebih menarik sajian di televisi.

Sementara anak-anak tertatih menggendong tas yang berat sekali. Mata mengantuk melangkah dengan berat hati.  Nikmatnya udara pagi pun tak dimengerti. Dan anak-anak tak diajari untuk memahami.

Aku tak mengerti. Mengapa suasana pagi nikmat nan indah tak menarik lagi untuk dilalui dengan wajah berseri-seri. Semua katanya demi  tuntutan hidup masa kini.

Tuntutan zaman telah membuat  manusia mengingkari  untuk hidup alami. Selalu ada pembenaran untuk tidak  hidup sesuai irama hati. Keadaan selalu menjadi sumber kesalahan atas ketidakmampuan menjadi pengendali. Dan aku menjadi bagian dari semua ini.

 

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline