Apa yang terjadi bila keegoan yang di dikedepankan? Bukanlah kearogan diri yang akan bicara?
Pemikiran Sendiri sebagai Standar
Minggu pagi-pagi saya ke rumah seorang dokter terapi yang sudah kenal baik karena suatu keperluan. Dengan percaya diri saya memencet bel di tempat tersembunyi. Seorang wanita membuka pintu pagar menanyakan keperluan saya. Tentu saja keinginan saya adalah bertemu yang punya rumah.
Wanita itu masuk ke dalam hendak mengabarkan ke tuan rumah sambil menutup kembali pintu pagar. Waduh! Kenapa saya tidak dipersilahkan masuk? Bukanlah saya sudah sering berkunjung dan kenal baik sama tuan rumahnya?
Apa pula ini? Tentu saya sedikit merasa diperlakukan tidak sebagaimana mestinya. Keinginan saya tentu dipersilahkan masuk terlebih dahulu dan menunggu di dalam rumah. Karena merasa layak diperlakukan demikian.
Memaklumi
Di antara kesal yang berkecamuk saya berusaha mencoba berbalik arah untuk memakai jurus memaklumi. Bahwa wanita yang menjadi pembantu itu sudah melakukan prosedur yang benar atas asas kehati-hatian.
Saya perhatikan sepertinya wanita itu juga bukan yang biasa saya temui di rumah dokter tersebut. Pada intinya ia sudah melakukan tugasnya dengan benar. Bukanlah seharusnya saya mengapresiasi?
Kerendahan Hati
Seringkali tanda kita sadari bahwa secara perlahan tapi pasti kesombongan itu tumbuh di dalam diri kita. Dengan jurus mentang-mentang atau atas status yang kita sandang ingin mendapat perlakuan lebih. Bahwa kita lebih pantas dibandingkan orang lain.
Ada aroma gengsi bila hendak menyejajarkan diri dengan orang yang kita anggap tidak selevel. Saya sudah kenal, saya lebih pintar, saya lebih senior, saya lebih tua, saya lebih berkuasa dll. Padahal sejatinya kita adalah sejajar dan sama.