Lihat ke Halaman Asli

Katedrarajawen

TERVERIFIKASI

Anak Kehidupan

Prostitusi

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Wacana melegalkan prostitusi yang beberapa waktu disuarakan oleh Gubernur Jakarta, Basuki T. Purnama langsung menuai pro dan kontra. Masing-masing dengan argumennya.

Bahwa prostitusi bila dilegalkan akan lebih mudah mengawasi dan memberikan pemasukan yang bisa digunakan untuk pembangunan. Daripada seperti saat ini. Prostitusi walau tidak legal, kenyataannya di sekitar kita prostitusi itu merebak. Ini bukan omong kosong. Bahkan di daerah tertentu begitu bebasnya eksis di depan mata.

Bahwa melegalkan prostitusi sama saja artinya mendukung kemaksiatan dan tentu ini tidak sesuai dengan ajaran agama. Melegalkan prostitusi itu sama artinya mengakui keberadaan perbuatan maksiat dan memberikan fasilitas.

Bahwa prostitusi memang sudah ada sejak dahulu kala dan tidak mungkin menghilangkannya bukan berarti harus melegalkan. Bahwa alasan di negara lain pun memberlakukan hal yang sama bukan berarti kita harus mengikuti.

Bagaimana ini?

Apa pun pro kontra pasti ada dengan kebenaran maupun pembenarannya.

Dalam satu hal tergantung dari sudut pandang mana melihatnya. Tak jarang pula diikuti oleh kepentingan.

Tak dipungkiri dunia prostitusi sudah tumbuh subur sejak dulu dan beranggapan tak akan mungkin melenyapkannya selama manusia ada. Buktinya walau dilarang dan diharamkan dunia prostitusi tak pernah sepi. Lalu apa upaya kita yang menolak prostitusi dilegalkan?

Jangan-Jangan kita yang menolak prostitusi dilegalkan tetapi kita masih melegalkan prostitusi itu dalam otak kita. Begitu pun kita yang setuju ada kepentingannya.

Benarkah upaya melegalkan prostitusi supaya mudah mengawasi dan memberikan pencerahan pada pelaku dunia maksiat itu seperti yang dikemukakan Ahok?

Sering kali bicara urusan duniawi dengan rohani tak akan bertemu ujungnya. Sebab antara logika dan hati memang sulit bertemu. Yang ada ujung-ujungnya mengundang emosi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline