Lihat ke Halaman Asli

Katedrarajawen

TERVERIFIKASI

Anak Kehidupan

Menulis: Filosofi Kacang

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Apa tujuan kita menulis di media sosial? Saya tidak akan ragu menjawab, bahwa supaya apa yang telah ditulis ada yang membaca. Satu-dua pembaca sudah lumayan. Bila bisa 100 atau sampai 1000 pembaca pasti lebih bagus lagi. Apalagi yang  tulis itu  adalah sebuah karya yang bermanfaat.  Bagaimana dengan para sahabat?

Sebagai penulis, saya juga memosisikan diri sebagai pembaca. Tentu sebagai pembaca saya bebas memilih jenis tulisan apa yang akan saya baca. Tentunya yang memenuhi selera dan kriteria saya. Secara pribadi saya sukanya tulisan yang ringan, nyaman dibaca, bermakna dan ada unsur penghiburannya.

Ketika menulis itulah saya sambil merasakan apa yang saya tulis itu sudah enak atau nyaman dibaca. Dengan demikian setidaknya pembaca pun akan merasakan hal yang sama. Walau tidak semuanya. Karena kita memang tidak dapat menyenangkan semua orang.

Dalam persepsi saya tulisan yang enak dan nyaman dibaca itu adalah yang bisa dinikmati dalam  setiap kesempatan dan tidak perlu waktu lama membacanya. Tapi bermanfaat dan menghibur atau menginspirasi.

Karena saya menyukai makan kacang, baik yang direbus atau yang garing, sehinggga menginspirasi saya  ingin menjadi  penulis yang menghasilkan karya tulis  yang rasanya seperti kacang. Seperti kita tahu, kacang  garing atau kacang rebus bagi sebagian besar dari kita menyukainya sebagai makanan ringan sebagai teman saat santai.

Seperti kacang garing yang gurih menarik minat untuk segera membuka kulit dan merasakannya isinya. Setelah satu-dua biji, seterusnya tak mau berhenti mengupas untuk menikmati. Lagi dan lagi. Rasanya yang renyah semakin memikat hati.  Apalagi ada rasanya asin-asinnya. Semakin terasa nikmatnya. Rasa asinnya itu saya ibaratkan kritikan atau sindirian.

Saya ingin menulis yang tulisannya enak dibaca dan terasa nyaman dinikmati dengan memasukkan kritikan atau sindiran. Tapi tidak untuk melukai. Sebaliknya seperti rasa asin yang ada pada kacang garing, rasanya malah jadi nikmat yang menimbulkan sensasi tersendiri.

Sama halnya seperti kacang rebus yang rasanya empuk dan lembut dengan rasa sedikit asin. Kalau sudah makan belum habis tidak akan berhenti. Bahkan kadang malah masih penasaran mencari-cari barangkali masih ada tersisa satu-dua biji di dalam kertas pembungkusnya.

Saya juga ingin menulis yang rasanya seperti kacang rebus itu. Enak dinikmati sampai habis dan meninggalkan rasa nyaman. Syukur=syukur menimbulkan ketagihan.

Kalau begitu, bolehlah saya dibilang penulis dengan filosofi kacang. Sedang belajar dan mencoba untuk menulis yang dapat dinikmati dengan enak dan nyaman serta memberikan sensasi tersendiri. Memberikan kritikan atau sindiran semata untuk saling mengingatkan dan membangkitan kesadaran dari dalam diri kita.

Jadi saran saya, ketika sedang membaca tulisan saya, bayangkanlah sedang menikmati kacang garing atau rebus kesukaan teman-teman. Ya, walau kadang ada menemukan sebiji dua biji yang kopong atau busuk, tinggal dibuang saja. mudah, kan?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline