Standar moral kebenaran yang kita terima atas keyakinan sudah jelas: Jangan berbohong dan jangan mencuri. Secara sadar kita menerimanya sebagai pedoman hidup.
Namun dalam perjalanan waktu dimana otak terus berperan, akal sehat perlahan tergerus dan hati manusia kita terus-menerus mendapat bisikan untuk memperdaya suara nurani.
Standar moral hidup kita pun mengikuti jaman. Dimana pembenaran menjadi standar. Apa yang tidak boleh dilakukan menjadi sah saja dengan kalimat sakti 'tidak apa-apa'.
KEBOHONGAN yang INDAH
Kebohongan atau menipu yang dibuat sedemikian rupa demi meraih keuntungan pun menjadi santapan keseharian. Kita yang masih polos, bisa saja sudah pernah dibohongi oleh iklan-iklan di televisi. Lucunya ketika kita yang merasa dibohongi justru harus disalahkan.
Kebohongan pun kini bisa dibalut dengan janji-janji setinggi langit. Anehnya sekarang ini justru menjadi kebiasaan pejabat atau politisi kita. Mengapa bisa dikatakan kebohongan? Karena janji itu memang sengaja dibuat seindah mungkin yang tak lain untuk memikat dan menipu.
Secara tanpa sadar pun kebohongan itu menjadi pengajaran kita kepada anak-anak. Misalnya kita berpesan,"Kalau ada yang cari bilang tidak ada ya."
Ketika anak berhasil melakukan tugasnya, kita malah memberi pujian,"Bagus, anak pintar!" Kebohongan menjadi sesuatu yang layak dipuji.
Sebagai pekerja boss ingin anak buahnya jujur bekerja. Tapi pada saat yang bersamaan juga mengajarkan kebohongan kepada karyawannya. Apakah kita merasakan?
Pernah ketika saya berkata apa adanya kepada pelanggan, boss malah protes,"Jadi orang jangan terlalu jujur."
PENCURIAN SUDAH JADI MAKANAN SEHARI-HARI