Lihat ke Halaman Asli

Katedrarajawen

TERVERIFIKASI

Anak Kehidupan

Kewajiban

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pagi-pagi sambil menikmati turunnya butiran-butiran yang menyejukkan tubuh dan hati datanglah kehangatan dengan hadirnya  seorang gadis. Seorang karyawati yang hendak masuk kerja. Ceritanya hendak  menumpang duduk sambil berteduh di depan mess. Hujan memang sedang turun dengan derasnya membasahi permukaan tanah yang tampak oleh mata.

Iseng bin usil sekalian ingin ngetes  kubertanya tentang motivasinya untuk bekerja hari itu dalam cuaca yang kurang bersahabat itu.

"Kenapa hujan-hujan gini masih mau masuk kerja sih, Neng? Kenapa tidak tidur di rumah saja daripada kerja?"

Mendapat pertanyaan nyeleneh si Eneng sedikit bingung. Tapi Si Eneng seketika  senyum dan  menjawab,"Kan udah kewajiban, Pak. Pengennya sih hujan gini malas-malasan sambil berpelukan dengan suami  di rumah."

Menarik sekali jawaban si Eneng. Walau diawali dengan pertanyaan seperti iseng tapi jawabannya menohok dan memberikan sebuah inspirasi yang serius. Menggugah pikiran dan kalbu untuk menjadi sebuah tulisan sebagai refleksi diri.

Apa sesuatu  hal yang menohok dan menggugah itu? Yang menjadi kata kuncinya adalah 'KEWAJIBAN".

Si Eneng demi kewajibannya untuk masuk kerja tidak peduli dengan hujan dan melawan rasa malasnya. Padahal kalau tidak demi kerja, si Eneng pengen berpelukan untuk melawan dinginnya pagi itu.

Demi Kewajiban Tapi Melupakan Kewajiban

Soal kewajiban ini saya langsung berpikir dan terasa tersindir. Lalu diam-diam menyindir dirinya sendiri dengan perilaku yang ada selama ini.

Saya  demi memenuhi kewajiban untuk bekerja tetap semangat walau hujan lebat. Padahal kalau untuk urusan tobat, saya masih ogah-ogahan dan perasaannya berat. Tunggu nanti dulu dan alasan lainnya.

Demi kewajibanku untuk melakukan kegiatan dunia, saya sampai melupakan kewajibanku dalam urusan kerohanian. Begitu semangatnya mengejar urusan keduniawian, giliran urusan kerohanian malasnya luar biasa. Ampun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline