Lihat ke Halaman Asli

Katedrarajawen

TERVERIFIKASI

Anak Kehidupan

Post-Power Syndrome: Berjiwa Besar Menerima Kenyataan

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Post-power syndrome, sebuah topik yang menarik dan keadaan yang pernah saya alami. Tiga tahun lebih sudah saya berniat menuliskannya. Tapi belum tercapai. Karena ada risih. Baru saat ini mencoba menuliskannya.

Sebuah kebanggaan masa lalu yang menyebabkan ketidak-berdayaan masa kini karena kehilangan rasa hormat dan harga diri. Perlakuan istimewa yang didapat di masa lalu, kini tak berlaku lagi. Tetapi menjadi sebuah pengalaman yang sangat berarti.

*
Bayang-bayang Kebanggaan Masa Lalu



Siapapun bisa mengalami gejala post-power syndrome ini bila terlalu melekat kepada keadaan masa lalunya.

Sudah banyak kita tahu soal post-power syndrome ini. Gejala yang cukup banyak dialami oleh mereka yang kehilangan kekuasaan atau jabatan. Keadaan yang sangat sulit diterima bila belum ada kesiapan mental, sehingga membuat stres bagi yang mengalaminya.

Hal ini sebenarnya bukan hanya dialami oleh yang memiliki jabatan atau kekuasaan dalam sebuah perusahaan. Mereka yang merasa kehilangan karir, ketampanan, kecantikan, dan harga diri bisa mengalaminya.

Ini terjadi karena tidak sanggup melepaskan bayang-bayang masa lalu yang dialami yang sudah mendatangkan gelimang kekuasaan dan pujian.

*
Kehilangan Harga Diri dan Kebanggaan



Betapa beratnya mengalami situasi dimana sebelumnya begitu dihormati dan dihargai lalu menjadi seseorang yang tidak dipandang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline