Lihat ke Halaman Asli

Katedrarajawen

TERVERIFIKASI

Anak Kehidupan

Penulis Sejati Tidak Membutuhkan Pembaca

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1354817102212486269

[caption id="attachment_227963" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi/Admin (KAMPRET/Ajie Nugroho)"][/caption] Apa jawaban kita ketika ditanya tentang tujuan menulis? Beragam jawaban pasti akan mengemuka. Tapi tahan dulu jawabannya. Karena yang ditanya adalah saya! Mengetahui saya kini seorang penulis amatir, Sang Guru bertanya,"Kamu setiap hari menulis. Apa yang kamu tuju dan cari?" "Menulis untuk mengajari diri sendiri dan belajar menulis." jawabku santai. "Hanya itu?" "Untuk berbagi!" "Jawaban basi! Ada lagi?" kejar Sang Guru,"Ayolah, tidak usah ada yang ditutupi. Apa semulia itu?" "Ya, memang begitu, Guru. Aku menulis untuk refleksi dan berbagi kebaikan dengan menulis!" aku meyakinkan Sang Guru. "Bukan untuk mencari pembaca dan mengharap pujian?" selidik Sang Guru dengan senyuman khasnya. Dalam hati aku bergumam,"Tahu aja nih Guru! Bikin gak enak hati aja!" "Wajar dan manusiawilah mengharapkan banyak pembaca dan pujian. Namanya juga masih penulis amatir," suara Sang Guru mengagetkanku. "Iya, ya wajar dan manusiawi,' aku gelagapan,"Eh, maksudnya apa, Guru?" "Sahabatku. Seorang penulis sejati itu tidak lagi mencari-cari pembaca dengan menulis. Ia tidak butuh pembaca. Tetapi ia menulis yang dibutuhkan pembaca. Pada akhirnya pembaca yang membutuhkan tulisan-tulisannya!" Sang Guru menerangkan. Lalu Sang Guru menambahkan,"Sahabatku, tidak peduli berapa banyak yang baca. Penulis sejati akan menulis tanpa menghianati nuraninya. Ia menulis untuk bukan memuaskan mata atau perasaan pembaca. Ia tidak mengajari pembaca dengan menulis. Tetapi untuk menulis hanya untuk menunjukkan tentang kebenaran." Mendengar penjelasan Sang Guru, dada langsung terasa sesak. "Wah, Guru sepertinya sedang menyindirku nih!" "Apa begitu, sahabatku? Syukurlah kalau merasakan. Itu tandanya ada harapan untuk berubah dan menjadi penulis sejati." ujar Sang Guru sambil menepuk bahuku.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline