Lihat ke Halaman Asli

Katedrarajawen

TERVERIFIKASI

Anak Kehidupan

Tobat, Tobat, dan Tobat! Kok Belum Insyaf?

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Terharu dan mengharubiru. Tapi sekaligus sedih dan malu. Beberapa hari belakangan membaca tulisan teman-teman di Kompasiana tentang tobat. Kembali mengingatkan kepada perjalanan hidup diri sendiri. Kata "tobat" menghadirkan memori buruk bagi saya.

Terharu dan mengharubiru. Karena ada sesama yang sudah bertobat. Berarti tidak salah jalan atau tersesat lagi. Minimal dunia ini berkurang orang-orang yang tersesat.

Malu dan menyedihkan. Karena diri sendiri sudah seringkali bertobat. Tapi belum juga insyaf. Masih tersesat dalam kesalahan. Lagi dan lagi.

Padahal soal bertobat. Sulit untuk dihitung kembali sudah berapa kali. Dari yang rutin setiap hari. Setiap Minggu dan bulan.

Masih ada lagi acara tobat yang khusus setiap tahun. Sampai pernah juga mengikuti acara pertobatan 3 hari 3 malam di puncak gunung.

Entah berapa banyak airmata yang terkuras demi sesal dan tobat. Entah berapa kali sujud pengampunan dan Nama Tuhan disebutkan.

Dari langit yang tadinya mendung menjadi terang benderang. Penanda pertobatan diterima.

Tobat, tobat, dan tobat. Mohon ampun dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan.

Sudahkah tersadarkan dan terbebas dari kesalahan? Ternyata tidak! Tak lama berselang. Lagi-lagi kesalahan yang sama terulang. Memalukan bukan?

Benar-benar memalukan dan menyedihkan. Bertobat dan bertobat. Tetapi belum insyaf dan mencapai kesadaran.

Belum sadar untuk hidup sesuai Hakekat Kebenaran dan meninggal kesalahan dan ketersesatan. Belum menjadi manusia seutuhnya dan sebenar-benarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline