Bila hati telah BERKARAT. Kepicikan melekat. Pikiran sempit. Hati tak bisa terbuka. Kebenaran tak didengar. Hanya mengikuti amarah. Curiga berlebihan.
Merasa sendiri yang paling benar. Culas.
Menyesakkan dada bila hati telah BERKARAT. Meracuni diri. Cahaya hati menjadi buram. Bahkan pekat. Membuat diri tersiksa. Pikiran picik. Hati BERKARAT. Penyakit kronis ini. Lebih berbisa dari kanker sekalipun.
Ini penyakit jiwa. Pemusnah pahala dan kebajikan. Lebih berbahaya daripada ular berbisa. Sebab jiwa dapat terbunuh olehnya. Membuat kehilangan kesejatian sebagai manusia.
Penyakit ini bisa menjangkiti siapa saja. Disadari atau tanpa disadari. Mungkin sudah menjadi karakter selama ini.
Coba periksa diri sendiri. Tidak perlu menengok kanan-kiri. Menuduh sana-sini. Apalagi menghakimi. Tak berarti selain semakin mempermalukan diri.
Dengan kesadaran yang masih tersisa. Harapan yang terengah. Setitik bara.Semoga dibukakan pintu. Tiada terlambat untuk berbalik arah. Mengikis kepicikan yang menggerogoti hati.
Bila ada kemauan dan kesadaran. Sebelum terlambat. Mengubah kepicikan menjadi kebaikan. Keculasan berubah kewelasan. Amarah berganti ramah-tamah. Selagi masih ada waktu yang berharga.
Tidak mudah memang semua ini. Tanpa kebulatan tekad yang menguat. Kemauan yang mengkristal. Harapan yang ditinggikan.
Hidup terus berjalan. Waktu semakin sedikit tersisa. Apakah mesti hati BERKARAT ini terbawa mati? Sungguh memilukan kisah hidup ini kalau begini.
Apakah tak ada waktu untuk berintrospeksi dan menata hati?