Lihat ke Halaman Asli

Katedrarajawen

TERVERIFIKASI

Anak Kehidupan

Melayani dan Mengabdi [50k - Aku dan Sang Guru]

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sesungguhnya hidup adalah untuk melayani dan mengabdi untuk menuju kepada kebersamaan.

*
Bagiku Sang Guru adalah contoh nyata manusia yang hidupnya untuk menjadi pelayan bagi kebenaran. Mengabdikan hidupnya untuk kebaikan. Padahal kalau mau, Sang Guru bisa menikmati kemewahan hidupnya, yang kudengar ceritanya adalah orang kaya. Tetapi semua rela ditinggalkan demi panggilan hatinya untuk mengabdi pada kehidupan.

Kemanapun pergi, tak masalah, karena bagi Sang Guru semua tempat diatas bumi ini adalah rumahnya dan langit sebagai atapnya. Semua penghuni yang ada dianggap sebagai saudara. Kasih sayangnya tak terbatas kepada siapa saja.
Dimana kaki berpijak disitulah hati berada.

Pada suatu kesempatan aku bertanya padanya,"Hidup guru adalah melayani sepenuhnya, bahkan dengan melepaskan segala kepentingan guru sendiri. Melepaskan kenikmatan yang seharusnya bisa guru dapatkan. Apakah kami juga harus seperti demikian?"

"Sahabatku, seharusnya pertanyaan itu lebih cocok ditanyakan kepada dirimu sendiri. Sebab engkau sendiri yang paling mengerti dirimu. Pelayanan dan pengabdian yang aku lakukan adalah karena panggilan hati. Aku hanya mengikuti panggilan ini.
Sesungguhnya hidup ini memang untuk melayani. Melayani manusia menuju kepada kebenaran dan kebaikan. Melayani umat manusia layaknya melayani Tuhan!"
Sang Guru menjelaskan dalam duduknya yang begitu tenang. Suaranya menggetarkan hatiku seketika.

"Iya, guru, harus mendengarkan suara nurani sendiri bukan mengikuti orang lain. Mungkin aku masih belum sanggup mengikuti jejak guru untuk sepenuhnya mengabdi dan melayani kepada siapa saja. Sebab aku masih belum sepenuhnya melepaskan keduniawian yang melekat!"
Aku menyampaikan apa yang ada di hatiku.

Sang Guru menatap padaku dengan tajam namun terasa menyejukkan.
Aku mengalihkan pandanganku keluar jendela.

"Tidak perlu membebani. Yang penting adalah terus melatih kesadaran. Ketika sudah bisa dalam kesadaran setiap saat maka apa yang akan dilakukan semuanya akan begitu alami. Sekarang adalah waktunya untuk terus melatih diri dan membersihkan hati agar dapat berfungsi dengan semestinya."

Aku menerawang jauh, selama ini aku memang sudah terus berlatih dan membina diri demi untuk menemukan kesadaranku. Karena memang aku masih sulit untuk tersadarkan dalam Keinsyafan nurani. Belum bisa menjalankan hidup naif dan lugu.
Keegoan dan nafsu masih belum dilenyapkan dari diriku.
Masih berputar-putar dalam kesesatan hati. Hanya bisa sadar seketika dan terjatuh dalam kesesatan.

"Guru, sebenarnya aku pun ingin bisa hidup untuk melayani kepada sesama dengan bisa melepaskan. Tetapi selalu gagal, karena masih ada pamrih di hati!"


"Sahabatku, demikianlah manusia selalu membebani dirinya dengan segala pamrih-pamrih. Mengharapkan materi, kenamaan, dan kedudukan atas apa yang ia lakukan. Yang sesungguhnya hanyalah penuh kepalsuan yang tidak berarti apa-apa untuk kesejatian."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline