Lihat ke Halaman Asli

Katedrarajawen

TERVERIFIKASI

Anak Kehidupan

Jangan Sok Baik? Siapa yang Tidak Baik?

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sesungguhnya orang yang masih bisa menilai kesalahan orang lain, semata-mata karena kesalahan itu ada pada dirinya!

*
"Jangan sok baik deh!"

"Sok alim banget sih kamu!"

"Dasar sok narsis!"

"Cuih, sok jaim lu!"

"Kayak saya dong, jadi orang apa adanya!"

Mungkin atau pasti kita pernah mendengar atau membaca kalimat diatas yang diucapkan atau ditulis oleh teman ataupun orang yang belum kita kenal.

Kita suka mencap seseorang dengan kata "sok" atas penilaian dengan melihat dengan mata kita sebagai yang tidak baik. Lalu standar yang digunakan adalah diri kita sendiri. Dari kalimat yang ada, menunjukkan seakan ingin mengatakan bahwa,"Saya ini loh yang paling benar sikapnya. Kalian kalau mau menjadi benar, harus seperti saya!"

Benarkah demikian?

Bukankah dengan sikap demikian, kita ingin menyamaratakan sikap yang baik itu harus seperti "saya" yang apa adanya?
Arogan sekali menurut saya.
Mengapa kita juga tidak mau melihat, bahwa orang yang suka berbuat baik itu sebenarnya adalah dirinya apa adanya? Begitu juga yang alim, narsis, lebay, dan lainnya.
Apakah karena harus mengikuti standar yang kita tetapkan dengan kata-kata judes mereka harus mengubah dirinya seperti apa adanya versi kita?

Bahkan seorang Mario Teguh yang suka memberikan motivasi kebaikan dicap sebagai sok tukang nasehat.
Padahal ia sedang berbuat apa adanya sesuai dengan profesinya. Lain halnya kala ia berkata-kata kacau setiap tampil. Entah kita akan mencapnya sok apa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline