Lihat ke Halaman Asli

Katedrarajawen

TERVERIFIKASI

Anak Kehidupan

#J (Jiwa Sejati, Itu yang Asli!)

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

REFLEKSI DIRI DARI A-Z:

Membina jiwa yang asli akan menemukan kesejatian, membina raga yang palsu akan menemukan kesemuan.

Seringkali manusia sulit untuk membedakan antara yang palsu dan asli. Yang sejati atau yang fana, sehingga terjerumus dalam kesalahan.
Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki tubuh kasar dan tubuh halus. Raga dan jiwa. Bila raga tanpa jiwa, tak mungkin akan kehidupan. Begitu pula bila jiwa tanpa raga maka tak sempurna sebagai makhluk hidup.

Antara raga dan jiwa sesungguhnya saling membutuhkan untuk mencapai keabadian. Tetapi aku harus dapat memahami bahwa sesungguhnya yang asli diriku adalah jiwa atau roh yang ada bersemayam didalam ragaku. Walaupun jiwaku tak berwujud nyata dan tak dapat dilihat dengan kasat mata tetapi jiwa adalah diriku yang sejati. Takkan hancur oleh waktu. Sedangkan raga adalah diriku yang palsu adanya. Raga tidak abadi, karena akan lapuk oleh waktu. Terurai kembali ke asalnya, berupa unsur-unsur alam. Air, tanah, kayu, logam, dan udara.
Jiwalah yang akan melanglang terus hidup, raga akan hancur tak berbentuk.

Memahami hal ini tidaklah layak aku lebih menyayangi tubuh kasarku ini. Lebih memberikan perhatian padanya dengan makan dan pakaian. Karena badan halusku semestinya mendapatkan perhatian yang lebih dengan memberinya makan dan pakaian juga layaknya badan kasar. Memberikan sarapan rohani layaknya tubuh kasar yang diberikan sarapan pagi.

Jiwa sejati yang lebih perlu mendapatkan perawatan agar berseri kembali. Dibersihkan dari kekotoran yang sudah menutupi sekian lama, sehingga menyebabkan aku tidak bisa hidup dalam tuntunan jiwa jiwa. Lebih berat mengikuti keinginan raga atau jasmani yang lebih mengutumakan nafs-nafsu.

Selama ini rupanya aku telah tersesat dalam pemahaman yang salah. Dimana aku lebih menyayangi dan mencintai ragaku yang palsu ini. Melalaikan untuk memperhatikan jiwaku yang terlena dalam kungkungan kebencian, kesombongan, keserakahan, kedengkian, pandangan yang salah, dan juga kemalasan.

Merupakan tugas yang mulia hidup di dunia adalah untuk membersihkan segala kekotoran batin yang masih melekat. Ketika dengan segala daya upaya untuk membersihkannya, maka suatu saat akanlah cemerlang dan terang seperti sediakala.
Itulah sebuah pencapaian yang sesungguhnya hidup sebagai manusia.
Jiwa kembali kepada kesejatiannya, sehi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline