Lihat ke Halaman Asli

Katedrarajawen

TERVERIFIKASI

Anak Kehidupan

Sok Bijak?! Tidak, Saya Cukup Bijak!

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Aku sedang belajar menjadi bijak, karena itu adalah kewajibanku sebagai manusia. Menulis adalah satu satu cara yang bisa aku lakukan. Oleh aku katakana, bahwa aku sedang tidak merasa sok bijak….!

Selentingan saya pernah mendengar dan membaca kalimat "sok bijak" yang dialamatkan kepada saya berkenaan dengan tulisan-tulisan saya. Apakah ini penghakiman atau sekadar tuduhan ataupun berkenaan sifat seseorang yang suka memberikan cap "sok" kepada setiap orang yang tidak berkenan baginya. Cap sok suci, sok pintar, sok bijak, sok kaya, dan sok-sok lainya.

Apakah saya memang sok bijak?
Tentu saja tidak! Karena saya bukanlah orang yang suka sok-sokan. Yang benar adalah saya sedang belajar menjadi bijak melalui tulisan. Coba perhatikan dengan seksama, didalam tulisan-tulisan saya selalu menggunakan kata "kita" yang bermakna saya dan kamu. Bukan kata kamu, kalian, mereka, apalagi anda. Jadi apa yang saya tulis adalah sebuah refleksi diri dari hati untuk mengajari diri dan juga bagi yang berkenan.

Saya hanya ingin katakan, bahwa saya adalah orang yang cukup bija! Banyak keputusan yang diambil dalam hidup saya lebih menggunakan kearifan daripada kepintaran. Saya belajar bagaimana membedakan mana yang baik mana yang buruk?. Mana yang benar mana yang salah? Apakah sesuai kebenaran atau menyesatkan?
Saya belajar bijak dari setiap masalah yang saya hadapi.

Tak heran karena menjalani hidup lebih mengutamakan sifat bijak sering saya dicap sebagai orang yang bodoh dan mendapatkan teguran agar menjadi orang itu jangan terlalu jujur. Padahal tak jarang saya masih suka berbohong. Oleh sebab itu tidak tepat bila saya dikatakan sebagai sok bijak, karena adakalanya saya tidak bisa sok-sokan memaksakan diri menjadi bijak.

Pernah dalam hidup saya meninggalkan pekerjaan yang nyaman dan gaji yang lumayan untuk menjadi pekerjaan sosial tanpa gaji dan hidup jauh dari keluarga. Menurut saya adalah keputusan yang bijak karena mengikuti panggilan hati untuk berguna bagi orang lain. Tetapi orang-orang yang menggunakan kepintarannya menilai apa yang saya lakukan itu adalah kebodohan.
Begitu juga ketika dengan ikhlas menjalani hidup bervegetarian, banyak yang mencibiri dan menghina serta menganggap saya sangat bodoh. Menganggap bervegetarian sebagai cara untuk menyiksa diri. Karena daging yang menjadi santapan lezat ditinggalkan. Tapi bagi saya itu adalah keputusan yang bijak!

Seperti halnya saya memutuskan menulis di Kompasiana. Ada yang bertanya, apakah Saya mendapatkan bayaran? Ketika saya katakan, tidak! Pertanyaan adalah kok mau ya?!
Mau mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, hati, dan juga biaya untuk menghasilkan sesuatu yang tidak ada. Misalnya materi. Tapi bagi saya inipun sebuah keputusan yang menggunakan kebijaksanaan.

Menjalani hidup dengan bijak memang sekilas terlihat mengalami kerugian dan bodoh. Tetapi dibaliknya terdapat keuntungan yang tidak ternilai.
Oleh sebab itu, saya selalu mengingatkan diri, hidup tidak penting menjadi pintar, karena menjadi bijak adalah jauh lebih penting.

Sekali lagi, maaf, jangan katakan saya sebagai manusia yang sok bijak, karena yang benar adalah saya orang yang cukup bijak. Tetapi bila Anda masih tergoda untuk selalu memberikan cap sok bijak, sok suci, sok pintar, dan sok kaya serta sok-sok lainnya kepada orang lain, maka suatu saat Anda akan mendapat gelar "makhluk yang paling sok sejagat". Semoga itu membanggakan Anda dan menjadikanmu terhormat.

Doe Eyes _Love Theme From The Bridge.mp3




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline