Lihat ke Halaman Asli

Katedrarajawen

TERVERIFIKASI

Anak Kehidupan

Menulis Bukan Hanya Dengan Hati!

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Anggaplah menulis itu adalah karya suci, menulislah sepenuh hati, ada motivasi, inspirasi, instrospeksi, dan penghiburan bagi yang mengalami kekeringan pikiran dan hati................. Menulis? Semua orang yang pernah bersekolah pasti bisa menulis. Anak saya yang masih TK saja bisa menulis surat untuk saya, yang isinya cuma 'papi ganteng, dede sayang papi' . Walaupun cuma itu tulisannya , tapi membuat hati saya bergetar, karena ia menulis menggunakan seluruh hatinya. Semua orang bisa menulis dan tergantung apa yang mau ditulis. Namun memang tidak setiap orang bisa menjadi penulis atau minimal menuliskan apa yang dipikirkannya. Tetapi banyak pula diantaranya yang suka menulis atau yang mempunyai kebiasaan menulis catatan tentang apa saja sesuai dengan isi hati. Salah satunya tentang peristiwa sehari-hari yang memberi pembelajaran hidup dan catatan yang memberi motivasi dan inspirasi. Itulah yang suka saya lakukan. Hanya sekedar catatan-catatan pendek yang mungkin hanya saya yang bisa mengerti isinya, sebab memang peristiwa itu saya alami sendiri dan saya hanya bisa menuliskan apa kejadiannya . Karena terus terang saya tidak punya kemampuan untuk menuliskan apa yang ada di otak dengan panjang lebar . Yang penting intinya saja, karena nanti begitu saya baca otak ini sudah bisa langsung menjabarkannya panjang lebar. Tapi begitu mau tulis di blog, saya berusaha untuk menulis supaya orang lain juga bisa mengerti saat membacanya. Dan memang ada kesulitan pada awalnya. Belum lagi, saya juga tidak tahu apa itu yang namanya menulis yang baik dan benar. Tak tahu teorinya. Hanya bisa belajar dari tulisan-tulisan dari penulis yang sudah punya nama, umpamanya Anand Krishna dan Gede Prama atau membaca blog-blog dari para sahabat yang menurut saya sudah bagus. Kalau membaca buku saya tidak suka yang jabarannya panjang-panjang dan berbunga-bunga, tapi lebih senang yang langsung intinya saja. Ada judul, lalu sub judul dan langsung uraian yang singkat dan padat. Tak heran saya juga maunya menulis yang singkat-singkat saja, dan saya berpikiran pasti banyak di antara teman-teman yang mempunyai sifat yang sama dalam membaca. Namun adakalanya saya ingin juga menulis yang panjang dan berbunga tapi indah enak dibaca. Setiap orang memang mempunyai gaya dan ciri khasnya masing-masing , saya sedang dalam pencarian dan menulis apa adanya sesuai dengan yang saya bisa. Tetapi tidak alergi untuk selalu menambah teori penulisan yang baik. Ada yang bilang, harus menulis dengan hati, menulis dengan taste dan entah apalagi. Dan saya mencoba dan berusaha melakukan yang terbaik bukan hanya dengan hati tapi juga seringkali _tidak selalu _ saat mau menulis adalah dengan sedikit ritual, yaitu berdoa atau meminta tuntunan Ilahi. Saya tidak ingin menulis hanya karena pengertian sendiri . Makanya kadang-kadang saat membaca tulisan-tulisan sendiri saya masih sempat berpikir dan bertanya-tanya, apa benar ini tulisan saya sendiri? Apa mungkin saya bisa menulis bagus seperti ini? Saya sendiri tak mengerti, tapi itulah yang terjadi. Sampai pernah terjadi tulisan saya di muat di andriewongso.com yang penulisnya pada berdasi dan juga pernah baru awal menulis di Kompasiana ada tulisan yang menjadi headline beberapa kali , saya masih tetap bertanya dalam hati, kok tulisan begini bisa dipilih? Tetapi saya percaya ada yang namanya tuntunan Ilahi dari dalam hati. Karena saya punya pengalaman pribadi, dimana saat-saat ada masalah dan pencobaan hidup, saya menyendiri dan mengambil kitab suci lalu berdoa dalam hati minta tuntunan Ilahi, kemudian sembarang saya buka. Yang  terjadi, halaman yang terbuka isinya adalah tuntunan yang sesuai dengan masalah yang sedang di hadapi. Saya sudah mencoba bukan hanya sekali. Oleh sebab itulah sekarang saya menulis pun seringkali melakukan ritual berdoa minta tuntunan nurani, yang sebenarnya untuk menyadarkan diri sendiri. Ya, Tuhan. . . Biarlah kesadaran itu ada dalam diriku saat-saat aku menulis isi hatiku. Kesadaran untuk menulis dengan tuntunan Nurani, dan bukan dengan pemikiran sendiri! Jangan segan untuk memberikan kritikan. Salam Kompasiana




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline