Lihat ke Halaman Asli

Katedrarajawen

TERVERIFIKASI

Anak Kehidupan

Mencari

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Suatu hari Nasruddin Hoja kebingungan mencari-cari sesuatu di halaman rumahnya yang berpasir. Melihat hal itu tetangganya bertanya,"Apa yang sedang engkau cari?"

"Aku sedang mencari jarumku yang hilang!" jawab Nasruddin dalam bingungnya masih fokus mencari.

Tetangganya penasaran dan bertanya lagi,"Memang jarumnya hilang di mana?"

"Hilangnya sih di dalam rumah. Tapi karena di dalam rumah gelap, makanya aku mencarinya di luar yang terang!" jawaban Nasruddin yang tentu saja membuat tetangganya sewot. Mungkin dalam hatinya berseru,"Dasar orang tak waras!"

Kalau memakai logika, cerita Nasruddin mencari jarum di halaman rumahnya yang berpasir sementara jarumnya hilang di dalam rumah akan dianggap ngawur dan sekadar humor. Bagaimana tidak ngawur bin lucu? Alasan Nasruddin mencari jarumnya di luar karena di luar lebih terang, sedangkan di dalam rumahnya gelap.

Namun dengan kebajikan dan kebijakan hati, sebenarnya kita akan memahami ada pengajaran yang mendalam dari cerita Nasruddin mencari jarum ini dan sangat cocok dengan masalah kehidupan dan kekinian. Mungkin kita menertawakan, tetapi masalahnya justru seringkali kita alami sendiri.

Kita mencari penyelesaian suatu masalah bukan dengan melihat ke dalam diri, lebih sering mencari kesalahannya pada orang lain. Mencari penyelesaian masalah ke luar bukan ke dalam. Mencari kebahagiaan lebih tertarik ke luar dunia yang terang-benderang bukan menggalinya dari ke dalaman hati. Mencari kekayaan lebih kepada kekayaan di luar diri daripada mencari kekayaan hati. Dibawa pada kekinian, kisah Nasruddin ini juga dapat dihubungkan dengan mencari sensasi demi sebuah kepentingan.

Mencari Kesalahan di Luar Diri

Kita acap kali, terutama saya sendiri tidak kapok-kapoknya selalu saja lebih sibuk mencari-cari kesalahan orang lain. Merasa diri sendiri yang paling benar ketika terjadi suatu masalah. Yang terjadi kemudian adalah saling menyalahkan dan melontarkan pembenaran. Masing-masing pihak pasti tidak mau disalahkan. Itu umumnya yang terjadi.

Sejatinya ketika terjadi suatu masalah, masing-masing pihak mau mencari sumber kesalahan itu pada dirinya sendiri, maka tidak akan ada yang namanya masalah baru lagi. Saling tuding dan saling menantang.

"Loh, kalau saya yang tidak salah, artinya dia yang salah dong!" itu masalahnya. Padahal, kalau saya tidak salah, belum tentu orang lain yang salah pula. Tetapi masalah salah atau tidak salah menurut siapa? Biasanya ego kita sendiri yang menentukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline