Janganlah engkau bersedih hidup dalam penghinaan, tetapi takutlah bila nanti mati dalam kehinaan. Tidak perlu merasa hina hidup dalam kemiskinan, namun takutlah bila harus hidup dalam memiskinkan diri yang hina. [Sang Guru]
Apa yang menjadi ketakutan hidup kita saat ini dan kelak? Apa takut miskin sehingga tidak dihargai? Takut gagal sehingga hidup menjadi tidak berarti? Apakah demi untuk takut miskin dan gagal kita terpaksa harus melakukan cara apa pun untuk mencapai kesuksesan dan kaya?
Jangan Engkau Bersedih Hidup dalam Penghinaan...
Tidak jarang kata-kata yang tak bermata bisa lebih menyakitkan daripada tusukan sebilah pedang. Tidak heran oleh sebuah kata bisa menghunjam tajam melukai perasaan yang paling dalam.
Begitulah tatkala ada yang menghina membuat kita marah dan terhina. Merasa harga diri direndahkan, sehingga melakukan hal yang di luar kendali dan merendahkan harga diri sendiri.
Sebuah kata hinaan sekejap membuat kita langsung merasa terhina. Lepas kontrol dan emosi. Bisa jadi juga melakukan hal yang terhina.
Secara duniawi membalas hinaan dengan hinaan adalah hal yang benar. Kamu jual saya beli istilahnya. Tetapi para bijak mengatakan, bahwa sebuah kata penghinaan 'monyet' tidaklah mungkin membuat kita menjadi seekor monyet.
Kita masih mudah tersinggung oleh kata hinaan tak lain karena si ego masih menjadi tuan rumah bagi diri kita. Ibarat bensin yang tersulut api, maka akan mudah membuat terbakar. Begitulah bila ego masih menguasai, maka emosi akan mudah menjadi identitas diri.
Tetapi bagi para bijak, hinaan dan perlakuan buruk dari dunia adalah ibarat bahan bakar untuk mematangkan masakan, sehingga terhidang lezat. Penghinaan bagaikan amplas yang akan menghaluskan budi dan mencerahkan batinnya.
Sebab itu mereka yang sadar tidak takut dan bersedih hidup dalam penghinaan. Mereka justru merasa bahagia dan menerima semua itu dengan senyuman.