Rindu, rindu, dan rindu!
Itulah perasaanku . . .
Hanya bisa terlepaskan dalam jalinan kata-kata basi ini . . .
Rinduku hanya dapat mencurahkan sambil mengharapkan untuk menggapai . . .
Desa Rangkat memang indah terasa nyata dalam bayangan untuk kembali. Hanya bisa dari kejauhan aku menggapa. Jauh diluar batas kaki menginjak. Padahal kerinduanku sudah memuncak. Menatap senyum Mommy yang membuat dadaku sesak. Ada rasa yang tertahan. Mommy adalah bayangan masa silam tanpa harapan. Dimana cinta yang salah pernah selalu. Namun senyumannya memang tak terlupa sebagai kenangan.
Terlebih pada Uleng yang bila tersenyum manisnya laksana tebu. Gadis lembut kemayu yang membius jauh ke relung hati yang tak bertepi. Masih ada dalam memori tatkala waktu perpisahan yang menenggelamkan rasa yang mengharubiru. Ketulusan dan Ketidakrelaan Uleng membuatku dalam kebimbangan untuk melangkah.
Kini entah berapa ratus, bahkan ribuan kilometer aku menatap dalam senyum tak terpuaskan. sebab tubuhku tak dapat berada dalam kebersamaan Desa Rangkat yang madani.
Tak dapat merasakan hembusan nafas Uleng dalam kesetiaannya yang tidak perlu dipertanya.
Mommy yang telah ikhlas merestui. Pak Yayok yang telah memberikan hati dan senyuman dibalik kumis tebalnya.
Jika yang selalu mendoakan untuk dapat melihat aku dan Uleng duduk di pelaminan.
Juga paman tani Arif yang selalu mengangguk bila ditanyakan pilihanku untuk mencintai Uleng.
Terbayang pula senyum kecut para playboy desa, Lala dan Ibay yang cemburu tak dapat mendapatkan cinta Uleng yang diharapkan. Ada lagi Refo yang kecewa berat. Ah, aku menahan senyuman. Aku dapat memahami sebaga kewajaran tatkala harapan tak menjadi kenyataan.
Melepas rindu melalui suara dalam waktu yang tak menentu dan goresan kata dalam email dan pesan singkat, tentulah tak semesra bila ada pertemuan.
Aku sudah bertekad, setelah kepulanganku dari Afrika, aku akan lebih memberikan waktu di Desa Rangkat untuk merajut kehidupan yang lebih damai dan manusiawi.
Lalu menikah dan mempunyai anak untuk membina keluarga sejahtera dan penuh harmoni.
Melihat anak-anak yang lucu tumbuh diantara kasih sayang aku dan Uleng.
"Pak Kate, Pak Kate, sudah siap berangkat?!" Sebuah panggilan dari luar menghentikan secuil kisah dalam lamunanku.
Saatnya untuk bergelut dalam hidup mengejar materi dan kesemrawutan yang seringkali harus menggadaikan nurani. Apa boleh buat?!