Lihat ke Halaman Asli

Representasi Perempuan dalam Budaya Populer

Diperbarui: 24 Mei 2022   23:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Katarina Alviani Mbaki

Eksistensi perempuan di masa saat ini bukanlah hal yang dilirik sebelah mata saja oleh masyarakat secara domestik maupun global. Kedudukan kaum Hawa saat ini tak lagi termarginalisasi oleh pemikiran bahwa kaum Adam memiliki previllage lebih dalam tatanan sosial dan budaya. 

Pemahaman gender bukan lagi hanya sekedar perbedaan seksualitas sekeder "perempuan atau laki-laki" melainkan lebih dari itu. Di abad ke 21 ini, mari kita lihat lebih jauh bagaimana kedudukan perempuan di era budaya populer.

Keberadaan Perempuan dalam  Konsep Gender

Konsep gender dikonstruksi berdasarkan peran laki-laki dan perempuan dalamnya kehidupan sosial. Konstruksi peran ini dibangun oleh masyarakat dengan menciptakan pandangan bagaimana laki laki  dan perempuan seharusnya. 

Contohnya adalah pemahaman bahwa perempuan adalah  mereka yang melakukan kegiatan domestik (pekerjaan dalam rumah tangga) sedangkan yang laki laki adalah mereka yang melakukan pekerjaan publik (berperan dalam bidang politik).  

Jadi peran ini dikategorikan sebagai peran hierarkis  atau peran yang memiliki kedudukan lebih tinggi dan lebih rendah. Peran Publik dikatakan sebagai peran full powerful dan peran domestik dikenal sebagai peran  yang less powerfull. Eksistensi konsep dan norma gender dibentuk melalui 3 pola pikir masyarakat. 

Pertama adalah adanya normalisasi terhadap maskulinitas dan feminitas hegemonik di mana masyarakat mulai menentukan standarisasi perempuan dan laki laki ideal baik dalam berbagai aspek lalu kemudian di normalisasikan dalam kehidupan sosial. Kedua adalah proses biologisme, di mana  masyarakat memahami tentang peran yang dimiliki oleh perempuan dan laki laki itu sudah sudah melekat dalam diri.  

Ketiga adalah naturalisasi di mana peran yang dibangun tersebut seolah olah bersifat alamiah. Contoh perempuan mengurus anak dan rumah, sedangkan laki-laki mencari nafkah.

Sehingga kemudian muncul ideologi patriarki yang menganggap bahwa  laki laki adalah orang yang seharusnya memiliki kontrol atau kuasa atas proses sosial dan politik. Laki laki memiliki hak wewenang untuk mengambil keputusan atas kebijakan maupun aturan tertentu. 

Bahkan ini pun berlaku dari generasi ke generasi. Sedangkan perempuan tidak punya hak untuk melakukan peran tersebut. Selain ideologi patriarki, muncul juga istilah heteronormativitas. Istilah ini mendeskripsikan kondisi sosial yang pada umumnya hanya bisa menerima hubungan antar lawan jenis "laki-laki dan perempuan" sedangkan kasus penyimpangan seksual (LGBT) merupakan hal yang tabu di terima oleh masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline