Lihat ke Halaman Asli

Ujug Ujug Ke Ujung Genteng

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1406967259932320590


GTPC n Friend

Ujug-ujug ke Ujung Genteng, 14 jam untuk 14 orang

Tengah malam ujug-ujug mr mahkota nge whatsapp di grup WA GTPC, “all kumpul sekarang dirumah mahkota ya” begitu kicauannya, ya dirumah mahkota sudah ada beberapa peserta yang hadir, ada mr. a, bob beserta Poldanya, bung mahkota begitu pula dengan poldanya, ada mekanik kami, orang highlandhanya itu sepertinya, diluar mahkota sudah menunggu mr. e dan saudaranya yang masih duduk di bangku 3 smp. Sudah ada 7 motor mulai meninggalkan rumah mahkota dan menuju kerumah mr. namex, doa pun membuat kami bergegas memulai perjalanan menuju satu tujuan ujung genteng, baru sampai di german center, ada mr. B yang siap untuk bergabung, total motor ada 8 dan siap melaju, bob dan poldanya memimpin barisan kami. Rusaknya jalan dan gelapnya tanpa lampu penerangan jalan tak menyurutkan semangat kami menerobos dinginnya dinihari di hari itu. Sebelum masuk daerah parung, kami benar benar menerapkan manajemen turing dengan baik, ada satu motor sebagai korlapnya untuk memantau barisan depan dan belakang ya dialah mr. mekanik kami, handy talkie menjadi alat kebanggaan sebagai komunikasi dengan si bob motor yang paling depan. Namun alat kebanggaan itu hanya bertahan di daerah parung sebelum masuk bogor kota dikarenakan baterari yang habis.

Kecepatan memasuki bogor kota dan tajur rata-rata 60-70 km/jam. Pukul 3 pagi sampai lah di tajur dan mulai memasuki jalur menuju cibadak-sukabumi, dingin mulai menggrogoti tubuh kami, tapi semangat dan kebersamaan menghangatkan itu semua. Di tengah perjalanan kami berhenti di rest area, Bob dan adiknya yang menggelar tiker, abang adik itu memang luar biasa jasanya untuk kepedulian peserta rombongan. Sebagian dari kami terlelap, kurang 30 menit kami beristirahat dan kembali melanjutkan perjalanan. Fajar pun menyapa kami, namu itu yang membuat kami panik,sampai di pusat kota sukabumi, seorang dari kami berkata “kayanya kita salah arah deh, ga lewat sini, seharusnya kita belok tadi” nah loh, dan seorang peserta rombongan mengambil keputusan untuk bertanya kepada warga sekitar, ya masih ada jalan dari tempat kami menepi saat itu, akhirnya, gps pun dipakai untuk mengarahkan tujuan kita,”pokoknya kita kearah surade” saut bob kepada yang lainnya. Kami pun mulai jalan dan sekeita itu manajemen turing seakan tidak diterapkan, yang terpenting semuanya mengikuti yang didepannya.

Menempuh cukup jauh dari pusat kota sukabumi, kami berhenti kembali di rest area untuk mengisi bensin dan mengecek kebenaran gps, ”ada pohon kelapa, sepertinya udah dekat pantai” sedikit celotehan dari seorang kami untuk menghibur. Kami pun mulai melanjutkan perjalan, kali ini mengandalkan petunjuk jalan bewarna hijau yang mengarahkan panah bertuliskan surade dan ujung genteng. Mental pengemudi dan yang diboncengi sudahmulai terkuras. Lapar pun tak tertahankan, ya kami pun berhenti di sebuah warung sederhana, disitu tersaji nasi kuning terbungkus rapi dan aneka gorengan. Semua tanpa terkecuali mulai melahap nasi tersebut beserta gorngannya, “ini berapaan pak?” “nasi kuning 2ribu, gorengan 500” kata seorang pedagang setengah baya itu, cukup murah memang dan mengenyangkan, kami pun rela memberi uang lebih karena gorengan yang murah dan super enak itu. Selesai makan kami pun melanjutkan perjalanan. Selama perjalanan dari tangerang canda dan tawa selalu melingkupi kebersamaan kami.

Perjalanan ke ujung genteng memang sangat memakan mental kami, perjalanan diatas bukit dengan terik sangat menyengat membuat kami mulai mengantuk bahkan sebagian dari kami mulai berhalusinasi, dengan berteriak-teriak bernyanyi-nyanyi tidak jelas. Kami pun memutuskan untuk berhenti di sebuah warung yang tutup namun dengan teras yang cukup bersih, kembali bob dan adiknya menggelar tiker untuk kami rebahan, sebaian besar dari kami pulas tertidur karena kelelahan, saat itu memasuki pukul 8.30 pagi di hari rabu.satu jam kami beristirahat dan kembali melanjutkan perjalanan.

Jauhnya sungguh luar biasa, seperti jalan tanpa ujung, akhirnya kami pun sampai di pertigaan kalau tidak salah sertigaan jampang, disana kami bertemu banyak rombongan-rombongan motor turing yang searah dengan kita menuju ujung genteng, jalanan terjal dan rusak menguras kosentrasi kami, salah kosentrasi lubang menganga siap menjebloskan ban motor, beberapa dari kami terkena luabng tak bertuan itu. Motor salah satu dari kami yakni matic scoopy terpaksa harus berhenti karena gas yang tidak kuat, dan harus dikendarai secara tunggal. Ya walaupun menguras tenaga dan kosentrasi tapi tak menyurutkan kebersamaan kami, emosi tak bisa ditampik memang, “yang didepan liat spion dong jangan ninggalin gitu aja” begitu ungakapan kesal dari seorang kami.

Pukul 11 siang kami mulai menuruni bukit dan optimis ujung genteng tidak jauh lagi, tapi apa daya ada sedikit masalah di salah satu motor kami, karena kehilangan kosentrasi sang pengendara, motor blade terjatuh ke selokan yang berisikan jerami, “tolongi-tolongin dong, kaki gua kejempit ini” erangan teman kami yang meminta tolong karena kakinya menahan beratnya motor, dengan sigap beberapa dari kami menolong, sementara sang pengendara hanya bisa terdiam berbeda dengan yang sang pembonceng, tapi itu juatru menjadi cerita dan candaan di perjalanan kami berikutnya. Pukul setengan satu siang kami berhenti di sebuah rumah makan padang, dan semuanya melahap lauk pilihan yang tersaji disana, lepas makan, dilanjutkan perjalanan. Akhirnya pukul setengah tiga sampailah kami dipintu gerbang jalan ujung genteng, di sana setiap motor di mintai restribusi masuk seharga 8ribu rupiah. Kami mulai menancapkan gas, dan kami membelokkan motor memasuki gang kecil berbatu dan berpasir,Nampak tidak jauh tepian pantai ujung genteng, dan tepi pantai itu menghentikan laju motor kami, akhirnya sampai juga di Ujung Genteng. Selanjutnya si bob mencari penginapan, dan dapat saja penginapan yang kabarnya memang sudah di booking sebelumnya, 450 ribu untuk satu malam, dan kami 14 orang menempati pondok yang berbentuk rumah panggung tersebut.

Angin pantai ujung genteng sangan menyegarkan nafas kami, bernafas di ujung genteng tidak akan pernah kami lupakan. Kami pun tak menyia-yiakan keindahan pantai itu, namu saying saat itu pengunjung yang sangat ramai dan dari penjuru kota. Kami pun menikmati keindahan sunset di ufuk barat ujung genteng. Banyak cerita selama kami ujug-ujug kesana sampai pulangnya pun banyak cerita yang tak bisa di ungkapkan. Keseruan keceriaan kebersamaan seakan-akan menjadi kerinduan sampai akhir hayat kebersamaan kami, total perjalanan kami baik 14 Jam dari tangerang menuju lokasi, begitu pula sebaliknya. Semoga acara-acara lain juga bisa tercipta menimbulkan efek kerinduan, kebersamaan, cerita seperti ini tanpa membeda-bedakan diantara kita, berbeda pendapat boleh yang penting satu tujuan dan tidak ada kepentingan pribadi. Salam GTPC n Friend

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline