Lihat ke Halaman Asli

Kasturi Tari

mahasiswa jurusan hukum univeritas bangka belitung

Menelisik Faktor Keberhasilan Upaya Hukum Versed terhadap Putusan Verstek dalam Perkara Gugatan Perceraian

Diperbarui: 25 Mei 2024   17:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perinikahan merupakan ibadah dalam agama islam tidak hanya sekedar ibadah namun memiliki arti yang sangat sankral dan di lakukan sekali dalam seumur hidup. Namun faktanya tidak seindah cerita novel, terkadang ada saja badai yang menerpa keharmonisan rumah tangga seseorang dari yang ringan hingga menimbulkan konflik yang sangat sulit diredakan sehingga membuat para pasangan suami istri memutuskan untuk berpisah atau bercerai.

Sebelum menelisik lebih lanjut Mengenai Upaya hukum versed dalam putusan verstek maka perlu diketahui terlebih dahulu apa definisi dari gugat cerai: Dalam konteks hukum islam (yang terdapat dalam KHI), istilah cerai gugat berbeda dengan yang terdapat dalam UUP maupun PP 9/175. Jika dalam UUP dan PP 9/1975 dikatakan bahwa gugatan cerai dapat diajukan oelah suami atau istri, mengenai gugatan cerai menurut KHI adalah gugatan yang diajukan oleh istri yang terdapat dalam pasal 132 ayat (1) KHI yang berbunyi: "gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada pengadilan agama, yang didaerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman suami tanpa izin suami."

Dalam kasus gugatan cerai yang dilayangkan oleh para penggugat disertai dengan berbagai alasan dan bukti yang kuat serta mendukung agar majelis hakim dapat mengabulkan gugatan cerai tersebut. namun tak sedikit dari kasus gugatan perceraian yang terjadi tetap membuat pihak tergugat (suami), bersikeras ingin mempertahankan rumah tangganya yang sudah di ujung tanduk. dan tak sedikit juga kasus para tergugat yang tidak mengetahui jika dirinya sudah di gugat cerai oleh penggugat (istri) dengan sidang perkaranya telah berjalan di pengadilan agama. Dari bebrapa fakta dilapangan yang terjadi membuat tak sedikit perakara gugat cerai dipengadilan agama diputus verstek oleh majelis hakim.

 kenapa hal demikian dapat terjadi.? sebelum hal tersebut dibahas maka perlu diketahui juga jika majelis hakim tidak sembarangan memutuskan dan mengabulkan gugatan cerai apalagi dengan putusan verstek, tanpa mempertimbangkan alasan penggugat dalam gugatannya Dimana salah satu alasan yang harus terpenuhi dulu yaitu Perceraian boleh dilakukan dengan satu alasan hukum saja di antara beberapa alasan hukum yang di tentukan dalam pasal 39 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975. Salah satu alasan permohonan gugat cerai dapat diterima yaitu jika diantara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga yang telah diatur dalam pasal 19 PP No.9 Tahun1975.

Kemudian perlu diketahui mengenai apa itu putusan verstek dan bagaimana putusan verstek dapat terjadi. Putusan verstek merupakan putusan yang dijatuhi hakim Ketika salah satu pihak tidak hadir tanpa alasan yang sah padahal telah dipanggil secara patut oleh pengadilan selama 2 kali berturut turut. Beberapa faktor dijatuhkannya putusan vertek yaitu tergugat tidak hadir dan tidak mengirimkan perwakilan atau kuasa hukum untuk mewakilinya memberikan tanggapan, selanjutnya tergugat tidak pernah hadir padahal telah di panggil secara patut oleh pengadilan tanpa adanya alasan yang sah dan jelas, lalu tergugat tidak menerima ataupun tidak mengetahui adanya surat panggilan dari pengadilan. Dari beberpa alasan tersebut maka putusan verstek dapat dijatuhi oleh hakim mengingat perkara tersebut harus menemukan jalan keluar.

Dengan dijatuhinya putusan verstek oleh hakim maka hal tersebut dapat merugikan dan tidak adil bagi pihak tergugat, namun jika merasa keberatan tergugat dapat melakukan Upaya hukum untuk melawan putusan verstek. yaitu dengan mengajukan versed sebagai Upaya hukum, dasar hukumnya diatur dalam  Pasal 125 HIR, bahwa terhadap verstek dapat diajukan perlawanan (verzet), dalam Upaya hukum versed diberikan Batasan waktu untuk mengajukan versed yaitu dalam tenggat waktu 14 hari dimana telah diatur dalam pasal 129 ayat (2).

Setelah tergugat mengajukan versed maka hakim wajib menerima Upaya hukum tersebut dengan melakukan sidang Kembali dan menghadirkan kedua belah pihak. Kemudian perlu diketahui faktor keberhasilan Upaya versed untuk mengubah putusan verstek yaitu harus patuh terhadap prosedur hukum dimana jangka waktu pengajuan versed harus sesuai dengan tempo selama14 hari setelah putusan verstek dijatuhkan sesuai dengan pasasl 129 ayat 2 dan regulasi lain yang terkait, kemudian tergugat harus dapat membuktikan alasan ketidakhadirannya pada sidang sebelumya dengan alasan yang kuat seperti ketidak tahuan tergugat jika dirinya telah di gugat oleh penggugat dan tidak menerima surat pemeritahuan dari pengadilan. Kemudian tergugat harus menyediakan bukti bukti kuat untuk mendukung klaimnya dalam versed seperti menyediakan bukti surat, saksi-saksi yang dapat memperkuat argumennya. Dan tak lupa peran hakim dalam menilai dan menemukan dalil dali fakta hukum dalam versed yang diajukan tergugat juga menjadi salah satu faktor pendukung untuk merubah dan membatalkan putusan verstek.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline