Pada dokumen visi Indonesia 2045, tercatat bahwa pembangunan ekonomi berkelanjutan merupakan salah satu pilar visi Indonesia 2045 (Bappenas 2017). Dalam skenario dasar (baseline), pemerintah menargetkan Indonesia menjadi negara dengan pendapatan domestik bruto (PDB) terbesar kedelapan di dunia. Bahkan, dalam skenario tinggi, Indonesia ditargetkan untuk menjadi negara dengan PDB terbesar keempat di dunia pada tahun 2045.
Berdasarkan data The World Bank (2019), diketahui bahwa pada 2018, Indonesia menempati peringkat keenambelas dengan PDB sebesar 1,042,173 juta USD. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 5,03 persen per tahun. Secara lebih spesifik, dapat dilihat pada grafik berikut.
Grafik 1 Pertumbuhan PDB Indonesia Tahun 1961-2018
Angka ini dinilai belum cukup kuat untuk menghindarkan Indonesia dari fenomena middle income trap. Middle income trap adalah suatu kondisi dimana suatu perekonomian memulai pembangunan untuk mencapai status berpendapatan menengah (middle income) tetapi secara kronis tidak dapat maju ke status berpendapatan tinggi (high income) (Todaro dan Smith 2014, 166). Berdasarkan skenario dasar visi Indonesia 2045, diperlukan setidaknya 5.1 persen pertumbuhan ekonomi tahunan Indonesia untuk dapat keluar dari middle income trap pada 2036. Secara lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut.
Grafik 2 Pertumbuhan PDB per Kapita Indonesia Tahun 2015-2045
Terdapat banyak tantangan untuk mencapai angka tersebut. Beberapa diantaranya adalah kapasitas rendah untuk menciptakan inovasi orisinil atau untuk menyerap teknologi canggih, juga masalah ketimpangan yang tinggi. Pemerintah mengusulkan Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja sebagai solusi penunjang pertumbuhan ekonomi. Kendati demikian, bagaimanakah aturan-aturan dalam RUU Cipta Kerja dapat menunjang ketercapaian target-target tersebut?
Kendala dalam RUU Cipta Kerja
Menilik naskah akademik dari RUU Ciptakerja, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah ingin dicapai dengan cara perbaikan di sektor ketenagakerjaan. Arah pengaturan RUU Cipta Kerja ditujukan pada 3 kebijakan pokok yakni penyederhanaan perizinan, penciptaan kemudahan serta perlindungan UMKM, serta pengaturan kembali investasi dan proyek pemerintah agar menciptakan lapangan kerja. Tiga kebijakan pokok tersebut dijabarkan menjadi 11 klaster. Arah pengaturan tersebut kemudian diwujudkan melalui pencabutan atau perubahan beberapa pasal pasal dalam sejumlah undang undang.