Lihat ke Halaman Asli

Meneladani Budaya Gotong Royong dari Tradisi Rewangan

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jumat (16/5/2014) lalu, saya pulang kampung ke Rokan Hilir (Riau), setelah hampir setahun tidak pulang. Tepatnya di Kepenghuluan Teluk Pulau Hilir, Kecamatan Rimba Melintang.

Kepenghuluan itu sebutan lain dari Desa di Rokan Hilir. Kepenghuluan ini berada di jalan lintas menuju Kota Bagansiapiapi. Dari Kepenghuluan ini ke Ibukota Rokan Hilir tersebut, masih menempuh perjalanan sekitar 2-3 jam lagi dengan bersepeda motor atau kendaraan roda empat.

Begitu sampai di rumah, ramai betul saya lihat orang-orang berkumpul. Saya pun menyalami mereka satu-satu, walaupun akhirnya tidak semua tersalami, karena mereka tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Ada yang mengiris bawang, ada yang tengah memasak air, menanak nasi, mengangkat kayu, mengaduk gulai dan macam-macam. Sesekali terdengar gelak tawa renyah di tengah kesibukan mereka.

"Udah limo ai kami disiko menolong umak kau buat kue," ujar seorang tetangga di tengah perbincangan rindu karena sudah lama tidak berjumpa dengan bahasa khas logat Melayu Rokan Hilir.

Sudah lima hari kami di sini menolong ibumu buat kue: Begitu kalau diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Ya, mereka semua tengah sibuk membantu orangtua saya dalam tradisi rewangan, yang tengah bersiap menggelar acara resepsi pernikahan adik keempat saya, Yenni. Puncak acaranya sehari kemudian, Sabtu (17/5/2014).

Jauh hari sebelum rangkaian persiapan ini, sempat juga dilangsungkan rapat pembentukan panitia yang dihadiri masyarakat setempat dan beberapa sanak family terdekat.

Mereka semua tidak saja menyatakan membantu tenaga, tapi juga membantu dana untuk menyukseskan acara. Bahkan tidak sedikit yang menyumbang dalam bentuk barang.

Tradisi seperti ini, walaupun tidak tersurat, tapi begitu ada sebuah helatan, pasti selalu didahului rapat warga untuk membantu segala hal yang sudah menjadi tradisi. Tradisi ini masih terjaga dengan baik sejak berpuluh tahun silam.

"Mie putih dan minyak goreng itu, sumbangan dari beberapa tetangga. Masih banyak lagi sumbangan yang lain," ujar Emak begitu saya tanya mengapa Mie Putih dan Minyak Goreng tertumpuk terlalu banyak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline