Wusssss, asap rokok keluar dari bibir indahnya, "ngapain takut mati, serahkan aja ama yang di atas"
"Emangnya kamu yang kerja?,"
"Mas, anakmu itu bentar lagi mau sekolah, mau pakai apa? Pakai daun?"
Dari logat dan nada suaranya aku yakin dia orang Aceh.
Aku duduk disebelahnya
"Mandi dulu fit," ucap Gemuk
"Sebentar lah, masih capek" kataku.
"Kamu kok gak bilang-bilang kalau mau balik kampung" tanya Gemuk heran
"Gak ada duitnya, ya diam-diam aja" jawabku.
~
"Kalau naruh duit jangan sembarangan" ucap ibu muda disampingnya
"Taruh sini" lanjutnya sambil memasukkan duit di t*t*k perempuan Aceh yang kutemui di rumah pengurus tadi.
Ah, aku lupa namanya, yang jelas dia kenal Madinah, istri Gemuk, sama-sama dari Aceh.
Hei kawan, kalau kau lihat Madinah, kau tidak akan melepaskan pandangan begitu saja. Dalam hatimu pasti ingin berkenalan dengannya, lebih jauh lagi. Ingin menjadi temannya.
Dia adalah ibu dari anaknya dan pencari nafkah. Namun ketika itu aku melihatnya sebagai "Perempuan yang merokok", tak lazim memang, tapi, dibalik itu semua, aku dapat melihat ketegaran dari kelembutan wanita yang ia miliki.
Entahlah, aku tidak tahu banyak tentangnya.
Matahari terus bergerak, bayang-bayang pohon yang meneduhi kami pun semakin menjauh. Kami kepanasan didalam hutan.
Pukul 12, seorang ibu paruh baya datang
"nasinya 10 ringgit, rotinya 2 ringit"
"Mahal ya" kata Gemuk,
"Ya daripada gak ada yang lain, mending beli aja lah" Gemuk melanjutkan.
Kami makan nasi bertiga.
Sampai di dalam hutan yang gelap itu aku masih disamping mereka, Gemuk dan perempuan Aceh tadi,
Dan di jeti* Indonesia pun juga begitu,
Kami saling bersalaman, berpisah menemukan tujuan masing-masing, aku ke Jawa, diujung kabupaten gresik, sementara mereka berdua ke kota Serambi Makkah, Gemuk menyusul istrinya yang pulang duluan dan perempuan Aceh tadi pulang kerumah, tempat dimana anaknya tinggal.