Indonesia memiliki sejarah panjang kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue (DBD). Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk pembawa Aedes aegypti. Obat dan vaksin DBD masih dalam tahap penelitian.
Salah satu upaya pengelolaan yang dilakukan pemerintah untuk memutus mata rantai penularan dengan cepat adalah pengelolaan vektor dengan pestisida kimia.
Namun cara ini tidak dapat mengendalikan DBD, populasi vektornya masih besar, jumlah orang sakit semakin meningkat, kasus dan KLB DBD terjadi setiap tahun, dan daerah penularan semakin bertambah dan meluas.
Keadaan ini menimbulkan kecurigaan adanya resistensi vektor terhadap pestisida kimia untuk pengendalian vektor. Selain itu, berbagai efek buruk seperti keracunan manusia dan pencemaran lingkungan dapat terjadi.
Rendahnya biodegradabilitas pestisida memiliki efek buruk jangka panjang pada kesehatan manusia.
Program penanggulangan DBD tidak dapat serta merta mengadopsi kebijakan pemilihan pestisida karena belum tersedianya hasil penelitian yang mendasarinya. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan data dan fakta untuk menjalankan program secara efektif.
Hal ini tentu menyulitkan program dalam mengambil keputusan pemilihan insektisida. Atas dasar ini, dilakukan pengumpulan hasil penelitian tentang status kerentanan nyamuk vektor dibeberapa wilayah di Indonesia.
Sehingga diharapkan penyusunan kebijakan pemilihan insektisida dalam mendukung perencanaan, penyelenggaraan dan evaluasi program penanggulangan DBD di Indonesia.
Terjadi resistensi vektor terhadap beberapa jenis insektisida disebagian wilayah Indonesia seperti malathion, deltamethrine, lambda-cyhalothrin, dan permethrine.