"RKT itu sesuatu yang sudah diputuskan secara collective collegial. Karena apa pun yang kita bilang benar, selama itu sudah banyak yang membilang benar, dia ikut menyatakan benar walaupun dia bilang tidak benar. Tapi ini tidak yang sifat menolak dari dia. Dia sudah menanda tangani absensi, daftar hadir, tidak menyatakan keberatan ketika ditanya. Tiba-tiba hal ini dibantah oleh DPW-nya. Ini kan tidak konsisten. Kami tidak mau. Pandangan umum ini, dibacakan kemudian dibantah lagi oleh partainya. Iya kan, percuma saya dengerin. Kecuali dia sudah membawa mandat dari partainya. Ini sesuai dengan partainya. Berarti kan tidak dibantah lagi. Dari pada dengerin ini, ntar saya baca aja di media. Toh dia akan membantah di media kalau dia tidak akui" (Jamaludin, Fraksi P. Golkar DPRD Jakarta) Sumber: Kompas.tv
Ah, pernyataan yang sangat heroik dari seorang wakil rakyat. Beliau mewakili pernyataan dari seorang wakil rakyat yang merasa ter zalimi oleh tindakan para anggota fraksi DPRD dari partai PSI. Anggota fraksi PSI adalah manusia yang mencla mencle dalam mendukung 'kebenaran'. Kebenaran bahwa sebagai anggota DPRD mereka berhak dapat anggaran besar dan lebih semasa pandemi ini. Dan itu bukan perampokan uang rakyat dan penuh kesalahan. Karena semua orang di DPRD sudah bilang itu, benar. Jadi, jika semua orang di DPRD sudah bilang itu benar, anggota fraksi PSI harus ikut membenarkan. Tidak boleh berubah pikiran dari bujukan dan pernyataan partainya. Jadi kalau anggota fraksi PSI harus selalu bawa mandat partainya kalau menyatakan pendapat. Biar enggak mencla mencle lagi.
Hal yang berbeda terjadi pada anggota fraksi selain PSI. Seperti yang dinyatakan Bapak Jamaludin, anggota DPRD, wakil rakyat DKI Jakarta yang terhormat :
"Saya di sini mewakili rakyat, bukan mewakili partai. Namanya saya keluar ya mungkin mereka juga (mengikuti)...Tidak, jadi ini tidak ada kesepakatan. Ini murni saya saja. Karena saya sudah kecewa dengan sikap-sikap seperti itu, apalagi ada bahasa bahwa DPRD ini merampok uang rakyat."
Sebagai anggota DPRD bukan fraksi dari PSI dia boleh memberikan pendapat pribadi yang berbeda dari partai. Karena beliau adalah wakil rakyat. Bukan seperti anggota fraksi PSI yang hanyalah wakil partai. Dia boleh walk out tanpa perintah partai. Partai lain boleh memberi pernyataan mencla mencle yang tidak mengikuti apa yang dilakukan oleh anggota fraksi.
Ketika anggota fraksi selain PSI memutuskan walk out maka hal itu tidak masalah ketika partai bilang tidak. Sebab sekali lagi harus diingat mereka adaalh wakil rakyat bukan wakil partai, beda dengan PSI. Sebagai wakil rakyat maka beliau yang ter zalimi oleh tindakan partai PSI yang tidak setuju ketika anggaran mereka ditambah sangat besar membuat beliau dituduh sebagai perampok uang rakyat berhak melakukan tindakan yang tidak perlu izin partai. Sebagai korban yang merasakan penderitaan karena dituduh sebagai perampok uang rakyat dan kebijakan anggaran besar bagi DPRD Jakarta yang telah mereka perjuangkan bersama-sama dengan kerja keras malah dibatalkan. Terlalu!!!
Selain itu ada sebuah ide baru yang diungkapkan oleh fraksi Gerindra yang meyatakan:
"Sempat ikut keluar juga walk out, tapi kan keluarnya beda-beda. Artinya, ada yang keluar karena mau merokok, karena mau buang air kecil, ada yang keluar karena memang punya sikap yang sama,"
Ah, di sini ada yang harus diungkapkan juga bahwa PSI bukan sebagai wakil rakyat tetapi merupakan wakil partai dianggap berbeda. Ketika pembahasan soal anggaran besar yang bukan merampok uang rakyat itu mereka telah hadir, tanda tangan absensi serta tidak memberikan pendapat sanggahan, pasti semua setuju. Mereka tidak bisa meninggalkan ruang rapat untuk merokok, buang air kecil dan lainnya. Anggota yang hadir melalui virtual juga sudah pasti setuju semua. Sebabnya karena tidak ada mandat dari partai. Jadi pasti setuju, tidak ada yang tidak setuju. Pokoknya mereka hadir semua dan tidak melakukan sanggahan maka sudah pasti setuju.
Tidak bisa berbeda beda seperti tindakan keluar yang seperti walk out anggota fraksi lain. Anggota yang keluar boleh tidak konsisten dengan partainya. Sekali lagi harus diingatkan bahwa anggota fraksi lain adalah wakil rakyat bukan wakil partai. Sebab itu tidak harus ada surat dari partai seperti anggota fraksi PSI, mereka boleh melakukan hal berbeda ketika ada rapat dan tidak menyatakan kesetujuan dan ketidak setujuan. Anggota fraksi partai lain boleh keluar dari rapat dan itu bisa berbeda arti dari keluarnya.
Partai PSI memang beda. Mereka adalah partai satu-satunya di mana mereka bukan wakil rakyat tetapi wakil partai. Karenanya partai PSI, DPWnya dan anggota fraksi PSI di DPRD harus semua memiliki kesamaan. Sebagai partai baru seumur jagung yang tidak punya banyak wakil maka hal yang menjadi kewajiban jika mereka dibedakan dengan anggota fraksi dari partai lain.
Selain itu ada yang perlu ditambahkan di sini. Dari pernyataan para angota DPRD dan partai ada banyak kesalahan dari apa yang warga dan anggota PSI ungkapkan di twitter. Akun @moesa_jp02 misalnya menyatakan bahwa anggota DPRD keberatan dibilang rampok:
"Keberatan Dibilang Rampok, Hampir Semua Fraksi DPRD DKI Jakarta Walk Out Saat PSI Bacakan Pandangan"
Kesalahan juga dinyatakan oleh akun @Andy_Budiman_:
"Dimusuhi sekumpulan politisi yang kebelet menaikkan gaji sendiri di tengah rakyat yang hidup susah akibat pandemi -- bukanlah sebuah aib tapi justru sebuah KEHORMATAN."