Lihat ke Halaman Asli

Bapak... Ibu... Makasih Banyak Semuanya...

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bapak... Ibu...

Begitu saya mencintai dan menyayangi mereka dari kecil. Ibu yang ramah pada setiap orang dan sabar dalam menghadapi persoalan apapun.

Ibu saya tipikal wanita jawa yang benar-benar njawani, halus dan lembut dalam bertutur kata serta masih memegang teguh adat-adat kejawen.

Bapak yang tegas dan bijaksana dalam memperlakukan anaknya dan mengambil keputusan. Bapak benar-benar pria jawa tulen yang bersikap ksatrian dalam bertutur kata maupun bersikap.

Bapak dan ibu benar-benar pasangan suami istri yang langgeng. 45 tahun pernikahan mereka, jarang sekali bahkan hampir tidak pernah terdengar mereka bertengkar.

Setiap ada masalah pasti diselesaikan berdua baik-baik dengan kepala dingin. Perbedaan pendapat itu lumrah terjadi. Dan jika itu terjadi, pasti ada salah satu diantara bapak atau ibu yang mengalah. Prinsip hidup mereka, mengalah bukan berarti kalah dan mengalah demi kemenangan bersama. Itu benar-benar mereka buktikan.

Sikap mereka di depan anak-anaknya pun selalu sejalan, sehati, sepikiran. Mereka tidak pernah terlihat berselisih paham apalagi bertengkar di depan anak-anaknya. Inilah yang kemudian membentuk wibawa mereka di hadapan anak-anaknya.

Dari kecil saya dan kakak-kakak sudah ditanamkan nilai-nilai agama oleh bapak dan ibu. Cara mereka menanamkan nilai-nilai agama inipun terbilang unik. Mereka tidak pernah menggurui apalagi bersikap bak diktator pada anak-anaknya. Mereka sudah menanamkan nilai-nilai demokratis bertanggung jawab pada anak-anaknya sejak dini bahkan sebelum reformasi ramai digembar-gemborkan hehe.

Mereka tidak pernah menegur atau berteriak-teriak untuk mengingatkan kami sholat. Tapi, rasa kesadaran itu sudah terpatri di hati kami berempat. Perasaan sedih, menyesal, dan seperti ada 'yang hilang' jika ketinggalan sholat yang melekat di hati kami. Tidak hanya urusan agama, tapi untuk urusan lainnya pun termasuk belajar juga demikian.

Saat saya memutuskan untuk berumah tangga dengan pria berdarah batak, mereka ternyata open banget dan sama sekali tidak keberatan. Asalkan pria tersebut baik, tulus, bertanggung jawab, bijaksana, tolerir dan tidak egois, Insya Allah pernikahan pun lancar hehehe (wah, banyak juga ya syaratnya hihi).

Sikap mereka benar-benar bijaksana. Karena, seperti kita ketahui bersama, kebanyakan mereka para halak hita bersikap 'keras' , (maaf teman-teman halak hita, saya tidak bermaksud apa-apa.). Dan saya berasal dari daerah yang masih memegang dan menjalankan budaya jawa dengan toto kromo-nya yang halus.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline